Pajak menjadi salah satu sumber kekayaan terbesar negara. Bagi negara keberhasilan pemasukan pajak menjadi sumber penting dalam meningkatkan kesejahteraan warga negara. Makin banyaknya pajak yang masuk ke kas negara dapat menjadi indikator kemakmuran suatu negara.
Oleh sebab itu dibutuhkan petugas pajak yang benar-benar bisa dipercaya agar semua hasil pajak dapat masuk kepada negara. Petugas pajak yang dapat dipercaya menjadi penyangga utama keberhasilan negara meningkatkan kesejahteraan warga negara.
Mengingat pajak merupakan "pundi-pundi" kekayaan, maka tidak semua petugas pajak dapat memegang sumpahnya. Sehingga ada diantara mereka yang harus berurusan dengan pihak berwajib, sebagai akibat melakukan penyimpangan pajak yang dilakukan. Akibatnya negara dirugikan, rakyat juga dirugikan.
Sejak Kapan Ada Penyimpangan yang dilakukan oleh Petugas Pajak?
Ternyata penyimpangan petugas pajak tidak saja terjadi di era sekarang saja. Perilaku tidak terpuji tersebut ternyata mempunyai sejarah panjang. Dalam catatan sejarah penyimpangan yang dilakukan petugas pajak setidaknya sudah ada sejak abad X M.
Hal ini menunjukkan bahwa pajak merupakan salah satu sumber kekayaan yang sejak dulu dapat menggoda mental petugasnya. Sebab jumlahnya banyak, pengawasan terkadang juga kurang, maka bisa menjadi penyebab terjadinya penyimpangan. Ditambah lagi mentalitas petugas yang tidak bisa amanah, menambah peluang penyimpangan semakin terbuka.
Benarkah keadaan seperti itu sudah ada sejak abad X M? Mari kita cermati isi 2 prasasti berikut yang merupakan peninggalan masa raja Balitung, penguasa Mataram Hindu (899 M s.d. 911 M).
a) Rumwiga II (905 M)
Ditemukan di Payak, Kecamatan Srimulyo, Kabupaten Bantul, pada tahun 1981. Prasasti ini dikeluarkan mahamantri Daksa pada masa raja Balitung. Terjemah isi prasasti antara lain:
- Selamat tahun saka yang telah berlalu 827 tahun, pada bulan Srawana tanggal 1 paroterang, paniruan, umanis, Sukra, kedudukan bintang bintangnya Aslesa, Yoganya Wariyan.
- Itulah saatnya ketika tetua desa dari wilayah Rumwiga bermusyawarah dengan mereka yang dianggap sebagai warga desa, kemudian menghadap kepada samgat mo mah umah, Mamrati bernama Pu Uttara dan Rakryan Wungkal Tihang Pu Wirawikrama, Rakryan ri Hino Mahamantri Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya, memohon agar diberi anugerah mapasang gunungan dengan biaya sebanyak perak 4 kati, serta pilihan masnyasamas 400 kepada sang tahlil setiap tahun 5. ... 6. ... 7. ... 8. ... 9. Demikianlah seharusnya pengaturan pajak bagi penduduk rumwiga yang dimohonkan kepada Rakryan Mahamantri.
- Tentang permohonan majelis telah disetujui karena kemundurannya lalu diteguhkan anugrah Rakryan Mahamantri
Intisari isi prasasti Rumwiga II adalah keberatan warga desa Rumwiga terhadap pajak yang dibebankan kepada desa. Setelah dilakukan penyelidikan oleh pihak kerajaan, ditemukan bahwa pejabat pajak yang bertugas di desa Rumwiga melakukan penyelewengan dengan membebankan pajak yang lebih besar dari yang seharusnya untuk kepentingannya sendiri. Setelah investigasi, pajak yang dibebankan kepada desa Rumwiga diatur sedemikian rupa sehingga lebih ringan dan sesuai dengan yang seharusnya dibayarkan. (https://disbud.bantulkab.go.id/storage/disbud/menu/469/158.-Prasasti-Rumwiga-II-A-BG-6.39.pdf)