Lihat ke Halaman Asli

cipto lelono

TERVERIFIKASI

Sudah Pensiun Sebagai Guru

Kemarau, Warga Kampungku seperti Peribahasa "Berakit-rakit ke Hulu, Berenang-renang ke Tepian"

Diperbarui: 21 November 2021   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi ladang petani saat kemarau (sumber:dokumentasi pribadi)

Air hujan adalah berkah luar biasa bagi masyarakat di daerahku, sebab daerah kelahiranku adalah daerah "tadah hujan" artinya daerah yang menjadikan turunnya air hujan sebagai berkah kehidupan masyarakat. 

Petani berharap air hujan, rumah tangga untuk kepentingan masak, cuci dan kamar mandi semua bergantung pada air hujan.

Maka ketika kemarau, lahan pertanian jadi terbengkelai, urusan masak dan cuci baju jadi bermasalah, mandi sering tidak dilakukan. Kondisi demikian terjadi sampai tahun 1980-an.

Di kampungku, tempat air untuk masyarakat disiapkan "jedingan" ukuran sekitar 10 m x 10 m. 

Aliran air sangat tergantung pada sumber air yang terletak di desa atasnya. Namun seingatku pada musim hujan saja sarana air umum itu mengalir. 

Pada saat kemarau sering macet sehingga warga harus mencari air di desa sebelah yang jaraknya rata-rata 3 km.

Apa saja aktivitas yang dilakukan warga ketika kemarau panjang melanda?

Sore hari mandi di sungai sekalian cuci baju

Jarak sungai dengan kampungku sekitar 3 km. Namanya Sungai Harinjing. Sungai ini pada saat kemarau menjadi sasaran aku, teman-temanku serta sebagian besar warga untuk mandi dan cuci pakaian. Ramai, berbondong-bondong setiap sore, satu tujuan semuanya, yaitu mandi di sungai. 

Jadi, urusan mandi adalah masalah besar ketika kemarau panjang melanda. Karena tidak adanya air untuk keperluan mandi, maka penduduk harus ramai-ramai mandi ke sungai yang berjarak sekitar 3 km. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline