Lihat ke Halaman Asli

Kemerdekaan tanpa "Kedaulatan"

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada setiap bulan Agustus kita bangsa Indonesia begitu semangat merayakan kemerdekaan yang telah diraih 66 tahun silam itu. Tentu bangsa ini patut bangga dan berterimakasih kepada para pahlawan-pahlawan pendahulu kita, yang melalui darah-darah mereka dan doa-doa para ulama-lah bangsa ini bisa menikmati kemerdekaan hingga sampai sekarang. Maka sebelum kita hanyut dalam hiruk-pikuk kemeriahan perayaan HUT Kemerdekaan RI yang ke-66 tahun ini, semestinya bangsa ini harus merenungi kembali makna dari kemerdekaan itu sendiri. Benarkah bangsa ini sudah merdeka?

Secara de fakto dan de jure memang seluruh negara di dunia mengakui kemerdekaan Indonesia. Namun menurut aku pribadi sebagai warga negara biasa, sejatinya kita ini belum merdeka dalam arti yang sebenarnya. Mungkin pendapat pribadi ini akan ditentang oleh para elite dan pejabat negara yang secara politik dan ekonomi mereka sudah dapatkan kemerdekaan itu. Namun secara psikologis mereka pun belum dapatkan kemerdekaan itu.

Jujur, sebagai warga negara biasa terkadang aku bingung dengan realita yang terjadi di negara kita tercinta ini. Kita sudah merdeka, akan tetapi masih saja banyak warga miskin yang untuk bertahan hidup saja terpaksa harus makan nasi aking. Kita sudah merdeka, akan tetapi masih banyak anak-anak yang belum bisa menikmati bangku sekolah hanya gara-gara mahalnya biaya pendidikan. Masih banyak wajah-wajah polos anak-anak negeri ini yang setiap hari tampak menghiasi lampu-lampu merah di sepanjang jalan protocol, belum lagi mereka yang terpaksa menjajakan dan menghinakan diri demi membantu orang tuanya.

Katanya kita sudah merdeka, akan tetapi bahan kebutuhan pokok semacam kedelai saja harus import. Belum lagi beberapa tahun silam yang mana “negara lumbung padi dunia” ini pernah meng-import beras. Ironis sekali, padahal negeri ini sangat kaya akan sumber daya alamnya. Apakah kelak kita juga akan meng-import oksigen dan air bersih, karena nampaknya kini banyak hutan-hutan yang digunduli oleh tangan-tangan jahil manusia hingga tidak bisa lagi menampung air bersih dan menghasilkan Oksigen bagi kelangsungan hidup kita. Tiga kata saja, Tragis dan Ironis!

Merdeka bukanlah sekedar satuan waktu yang selalu kita peringati setiap tanggal 17 Agustus. Dan seperti biasa setelah itu kita anggap angin lalu, yang tersisa hanyalah debu-debu yang kebetulan tidak terhempas bersama angin lalu itu. Lalu, apakah artinya 66 tahun merdeka jika itu hanya satuan waktu, yang di dalamnya ada banyak peluang yang sering kita sia-siakan begitu saja. Apalah artinya 66 tahun bangsa ini merdeka, jika masyarakatnya masih suka tawuran hanya gara-gara hal yang sepele?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline