Lihat ke Halaman Asli

Selamat Datang di Belantara "Hukum Rimba" Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencermati carut-marut penegakkan hukum yang terjadi di tanah air belakangan ini menunjukan fakta yang amat memprihatinkan. Penegakkan hukum di negeri ini "terkesan" masih setengah-setengah dan seringkali mengabaikan nurani. Kadang maling kotak amal digebukin dan diintrogasi begitu menakutkan. Sementara para koruptor yang notabene "maling" duit negara, justru sering kali bebas plesir kemana-mana. Selain itu penegakkan hukum di tanah air terkesan masih lambat, tebang-pilih, penuh kompromi dan bisa dipolitisasi.
Hukum yang semestinya menjamin tegaknya keadilan dan mengayomi masyarakat, justru terkesan menjadi hukum "rimba". Dimana yang lebih kuat maka dialah yang akan menang. Lebih kuat di sini dapat diartikan lebih kuat secara materi, ekonomi, politik (kekuasaan), dsb. Sementara kaum miskin seringkali menjadi korban atas lemahnya supremasi hukum di negeri ini. Ironis sekali di negara hukum namun begitu mahal harga sebuah keadilan.
Tidak kunjung tuntasnya kasus Bank Century menunjukkan betapa masih lemahnya supremasi hukum di tanah air. Diskriminasi dalam penegakkan hukum pun begitu nampak jelas dalam beberapa penanganan kasus. Dan semua itu tentu tidak terlepas dari buruknya mentalitas beberapa oknum aparat penegak hukum itu sendiri. Beberapa oknum aparat penegak hukum tersebut nampaknya masih belum sepenuhnya menyadari akan kewajibannya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Sehingga yang terjadi bukanlah tegaknya rasa keadilan dan terwujudnya supremasi hukum di negeri ini. Melainkan hukum yang selalu berpihak kepada golongan atas dan seolah buta terhadap golongan bawah atau kaum miskin. Ibaratnya hukum di Indonesia saat ini bak sebuah pisau yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sehingga tidak usah heran jika para koruptor yang telah menggerogoti kekayaan negara ini justru bisa bebas piknik dengan santainya di luar negeri. Bahkan dalam kasus tersebut terbukti beberapa oknum aparat penegak hukum berhasil disuap oleh seorang "Super Gayus".
Ini tentu menjadi sebuah "pekerjaan rumah" yang cukup berat bagi Pemerintahan Presiden SBY pasca reshuffle kabinet Indonesia Bersatu jilid II ini. Khususnya bagi Kementerian Hukum dan HAM dan para aparat penegak hukum di negeri ini. Hukum harus ditegakkan sebagaimana mestinya dan didasari dengan hati nurani. Supremasi hukum di Indonesia harus segera ditegakkan kembali demi terwujudnya rasa keadilan untuk semua. Rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, entah itu golongan atas maupun kaum marginal.
Akhirnya langkah awal yang sangat urgen dilakukan Pemerintah yaitu perbaiki dulu mentalitas para aparat penegak hukum di negeri ini. Sebab aparat penegak hukum yang bermental "penjilat" adalah musuh dalam selimut yang justru bisa meruntuhkan supremasi hukum yang telah terbangun selama ini. Jangan ada lagi hukum rimba di Indonesia. Kini saatnya kita bangkit bersama untuk aktif mengawasi dan mendorong tegaknya supremasi hukum di NKRI. Semoga

SALAM CINTA INDONESIA !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline