Lihat ke Halaman Asli

Wanita dalam jerat Globalisasi

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seiring perkembangan zaman dan era globalisasi ini penulis melihat semakin rendahnya penghormatan terhadap sisi-sisi kemanusiaan, khususnya terhadap para kaum wanita. Ini bukan sekedar isu, namun sebuah fakta nyata yang terjadi di dalam masyarakat kita saat ini. Bahkan jika melihat lingkup yang lebih luas lagi hal ini tidak hanya sebatas menjangkit masyarakat Indonesia semata namun juga masyarakat global sedunia. Kini seiring pesatnya kemajuan era globalisasi penulis melihat justru banyak nilai-nilai kehidupan yang telah luntur tergerus oleh derasnya arus globalisasi yang membanjiri masyarakat. Entah kita sadari atau tidak, menurut penulis banyak pula nilai-nilai kehidupan yang memang sengaja dihilangkan oleh “oknum-oknum kapitalis global”, yang mana mereka selalu menginginkan kapitalisme berdiri di atas segala-galanya. Para kaum kapitalis “takut” nilai-nilai kehidupan yang positif akan menjegal langkah mereka dalam melanggengkan tahta kekuatan kapitalis global. Globalisasi yang didukung oleh orang-orang kapitalis dan liberal, melalui bujuk rayu serta segala pesona-nya yang penuh dengan kepalsuan itu ternyata benar-benar mampu membutakan mata kita semua (para masyarakat global). Kita para masyarakat global menjadi seperti “orang bodoh” yang mau dipermainkan oleh para kaum kapitalis. Kita para masyarakat global dengan mudah mau menurut begitu saja ketika dibawa oleh arus globalisasi itu. Padahal harus kita sadari dan pahami bersama, bahwa menurut pandangan penulis sesungguhnya arus globalisasi itu telah disetir oleh para kaum kapitalis dan liberal. Anda para pembaca boleh saja tidak setuju dengan pandangan penulis ini. Namun penulis memiliki argument tersendiri atas semua ini. Membahas tentang globalisasi memang menarik dan sangat luas sekali cakupannya, mungkin tidak akan cukup ditulis dalam satu jilid buku. Nah dalam tulisan ini penulis mencoba mengangkat wacana tentang globalisasi dan komodifikasi wanita. Penulis tadi sudah menyinggung sedikit di awal tulisan ini, bahwa kini semakin rendah penghormatan serta perlindungan terhadap hak-hak wanita. Yang terjadi sekarang ini justru wanita telah dijadikan semacam barang komoditas baru untuk meraup keuntungan oleh para kaum kapitalis dan liberal. Wanita yang selama ini masih dianggap “makhluk lemah” menjadi mangsa empuk yang bisa dikomodifikasi oleh para kaum kapitalis. Lalu apanya yang dikomodifikasi dari seorang wanita itu? Menurut penulis ada banyak hal yang dijadikan komoditas dari wanita oleh para kaum kapitalis global, yakni tubuh wanita dan pesonanya. Contohnya banyak sekali, ada yang tidak diisadari dan ada pula yang sebenarnya telah disadari oleh para wanita. Komodifikasi wanita yang nampak nyata saat ini yaitu maraknya jual beli gadis ABG bahkan anak di bawah umur, pelacuran wanita, dll. Sebenarnya banyak pula model komodifikasi wanita yang secara halus dan terkadang tidak disadari oleh para wanita. Lihat saja bagaimana para model-model cantik harus berlenggak-lenggok di atas panggung dengan pakaian seksi mereka. Lihat juga betapa marak iklan-iklan di TV yang dengan mudah memamerkan kemolekan tubuh seorang wanita, belum lagi iklan-iklan yang terpampang di jalan-jalan. Atau coba amati bagaimana para artis-artis ABG muda yang yang harus berpakaian seksi dalam acting sinetron demi meningkatkan sebuah ratting. Tentu masih banyak lagi contoh-contoh yang lain. Namun ironisnya semua itu terkadang tidak disadari oleh para wanita. Mereka seakan justru termabuk kepayang menikmatinya. Apa ini gara-gara globalisasi? Ya, menurut penulis ini semua tidak bisa terlepas dari dampkak negative yang ditimbulkan oleh globalisasi. Komodifikasi terhadap wanita merupakan salah satu dampak negative dari proses globalisasi. Tentu bukan berarti globalisasi selalu menimbulkan dampak negative terhadap masyarakat global, khususnya masyarakat Indonesia. Dibalik semua itu tidak sedikit pula dampak positive yang ditimbulkannya. Hanya saja selama ini kita terlalu dibutakan oleh globalisasi. Sehingga membuat globalisasi menyetir kita para umat manusia, masyarakat global umumnya. Ini tentu sebuah kenyataan pahit yang tidak baik jika terus dibiarkan. Maka semua ini harus dikembalikan lagi pada relnya. Kita semua sebagai masyarakat global memang tidak mungkin mengindar atau bahkan melawan globalisasi. Kita harus menyadari bahwa kita makhluk sosial yang saling bergantung satu samma lain. Maka solusinya mau tak mau kita sebagai masyarakat global harus hadapi globalisasi itu. Namun kita harus mampu menyetir dan mengontrol globalisasi itu, jangan sampai globalisasi yang mengontrol dan memaksa kita untuk menuruti segala kemauan-nya. Ya, selama ini melalui globalisasi kita tanpa sadar telah dipaksa dan diarahkan untuk memenuhi segala hasrat kaum kapitalis yang begitu liberal. Maka mari kita berkomitmen bersama untuk mengembalikan dunia ini pada relnya. Boleh saja ada globalisasi, namun jangan pernah mengabaikan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Terutama perlindungan dan penghormatan atas hak-hak wanita yang selama ini masih dianggap “kaum lemah”.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline