Lihat ke Halaman Asli

Indonesi Masih Dijajah!

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada yang menarik dari pidato mantan presiden BJ Habibie pada peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni di Gedung MPR beberapa waktu lalu. Ia antara lain menegaskan, pengalihan kekayaan alam Indonesia ke pihak asing di era globalisasi ini merupakan bentuk VOC gaya baru. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), adalah sebuah organisasi kamar dagang Belanda yang mengeruk kekayaan Tanah Air saat zaman penjajahan dulu. (detiknews.com, 1/6/2011).

Beberapa Agenda Penjajahan Gaya Baru

Sebetulnya, sejak masa Orde Baru, Indonesia telah masuk dalam cengkeraman penjajahan gaya baru. Pasca Reformasi cengkeraman itu makin kuat. Semua agenda penjajahan gaya baru itu ironisnya dilaksanakan dengan cukup baik dan sigap oleh pemerintahan selama ini. Diantaranya adalah:

1. Privatisasi.

Pemerintah telah memprivatisasi 12 BUMN pada periode 1991-2001 dan 10 BUMN pada periode 2001-2006. Pemerintah, pada tahun 2008, melalui Komite Privatisasi BUMN yang diketuai Menko Ekuin Boediono saat itu, mengharapkan agar dari 139 BUMN diprivatisasi menjadi 69 BUMN. Karenanya, privatisasi itu akan terus berjalan.

Kebijakan privatisasi di Indonesia semacam ini sebetulnya banyak didektekan oleh asing seperti dalam LoI dengan IMF; dan telah diatur sedemikian rupa seperti yang tertuang dalam dokumen milik Bank Dunia yang berjudul, Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan juga bahwa lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank Dunia aktif dalam permasalahan privatisasi di Indonesia. Bank Pembangunan Asia (ADB)-dalam News Release yang berjudul,Project Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program, tanggal 4 Desember 2001-memberikan pinjaman US$ 400 juta, juga untuk program privatisasi BUMN di Indonesia.

2. Pencabutan Subsidi.

Pencabutan subsidi dijadikan sebagai pintu masuk bagi asing untuk melakukan agenda penjajahan. Pencabutan subsidi BBM, misalnya, meniscayakan harga BBM dijual dengan harga pasar. Itu berarti akan memberikan bagi perusahaan asing ikut bermain dalam bisnis migas di sektor hilir. Juga pencabutan subsidi di bidang pertanian (seperti pencabutan subsidi pupuk), kesehatan, pendidikan, dll.

3. Penguasaan SDA dan perekonomian oleh Asing.

Di bidang perminyakan, penghasil minyak utama didominasi oleh asing. Diantaranya, Chevron 44%, Pertamina & mitra 16%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%, BP 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1 % lainnya 3% (sumber: Dirjen Migas, 2009).

Sementara disektor hilir migas, mulai November 2005 keran investasi hilir migas dibuka bagi investor swasta dalam negeri dan asing. Pada tahun 2005 saja, menurut Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro saat itu, sudah ada 7 investor yang sudah menyatakan komitmen melakukan investasi di sektor hilir migas tersebut. (CEO, No. 5. Th. I, Februari 2005).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline