"Hal menyedihkan apa yang nggak bisa kamu ungkapkan akhir-akhir ini?"
"Orang di sekitarku bercanda, tapi yang mereka sampaikan itu tindakan verbal bullying. Menurutku, itu sangat menyedihkan karena bercanda adalah bentuk komunikasi yang sifatnya menyenangkan dan dapat diterima antara komunikator dan komunikan. Bukan komunikasi yang berakhir menyakitkan."
"Seberapa menyeramkan kata 'Baper' sejauh yang pernah kamu dengar?"
"Baper hadir sebagai kata bermakna negatif dan yang menyeramkannya adalah kata 'maaf' tergantikan. Banyak orang lupa untuk meminta maaf dan menggunakan kata 'baper' untuk melindungi diri dari kesalahan. Padahal meminta maaf tidak melambangkan kekalahan."
Berbicara Tentang Bercanda dan Verbal Bullying
Bercanda adalah satu kata yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Kata bercanda memberikan gambaran yang membahagiakan dan berhubungan dengan tawa, riang, senang, dan berkesan. Bercanda adalah komunikasi yang menyenangkan. Menurut Bona Sardo, M.Psi., Psikolog dari Universitas Indonesia berpendapat bahwa bercanda memiliki batas karena persepsi setiap orang dalam bercanda itu berbeda-beda. Bercanda yang menyenangkan dapat hancur seketika saat adanya intervensi dari kata yang berlebihan; menghina, memaki, menjuluki, menyoraki, mempermalukan, memfitnah, menyebar gosip, dan mengucilkan.
Hal yang tak jarang terjadi adalah verbal bullying bersembunyi di balik kata bercanda.
"Lo gak becus banget! Bercanda." (Mengucilkan)
"Masakan lo gak enak, gak cocok jadi koki, ubah aja cita-cita lo, ketinggian! Jangan baper, ya." (Mempermalukan)
"Gitu aja gak bisa, katanya anak jurnalistik?" (Merendahkan)
"Dasar bodoh!" (Memaki)
"Itu loh si 'kayu putih'" (Memberi julukan)