Lihat ke Halaman Asli

Gema Sebuah Hati: Sastra yang Fasih Menuturkan Sejarah

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Salah satu novel terbaik dan "ternyata" yang pernah saya baca!


Selama ini saya hanya "membaca" karya-karya Marga T (dan Mira W) melalui sinetron-sinetron era 90-an. Sejak saat itu, saya (yang masih bocah) langsung jatuh cinta dengan karya-karya mereka--meskipun terkadang sulit dibedakan karya mana yang punya siapa. Salah satu faktor yang menarik perhatian saya adalah latar dunia kedokteran yang hampir selalu muncul dalam setiap buku mereka. Hm, bisa jadi ini yang kemudian memengaruhi saya untuk mengambil jurusan kedokteran.

Gema Sebuah Hati adalah novel pertama karya Marga T yang saya baca. Saya mendapat novel asli edisi pertama yang terbit tahun 1973. Terbayang kan betapa lusuhnya wujud novel tersebut. Belum lagi penulisannya yang masih memakai sistem tempo dulu, dimana dialog tidak ditandai dengan tanda petik tetapi garis hubung. Awalnya saya merasa kesulitan membaca buku ini. Halaman yang kuning kecoklatan diisi huruf-huruf berukuran mini dengan ejaan kacau balau. Saya sempat menyerah pada lima halaman pertama, tetapi tetap memaksakan diri untuk melanjutkannya.

Dan rupanya keteguhan hati itu berbuah manis. Novel ini bukan hanya menyajikan sastra, melainkan juga menjadi bukti sejarah. Saya yang memang tergila-gila dengan tema revolusi terpuaskan oleh Marga Tjoa. Buku setebal 396 halaman ini menceritakan secara fasih pergolakan politik yang terjadi di tahun 1965. Dari buku ini saya mengetahui betapa situasi kala itu amat gelap. Terlepas dari validitas data, Marga T mampu menuangkan sejarah menjadi karya sastra yang sangat memukau.

Selain banyak bertutur perihal transformasi orde lama menjadi orde baru, buku ini juga memuat sejarah fakultas kedokteran di Indonesia. Saya jadi tahu betapa sulitnya menjadi mahasiswa kedokteran di zaman itu. Dengan latar dunia kedokteran, novel ini menjadi novel "ternyata" yang pernah saya baca. Setiap detail yang disebutkan mengingatkan saya pada rutinitas sehari-hari. Meskipun kebanyakan bercerita seputar cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, beberapa bagian juga menyebut-nyebut "jaket kuning" (dan itu cukup membuat saya tergelitik ketika membacanya). Dari buku ini saya juga jadi mengetahui rupa RS Persahabatan--yang kerap menjadi tempat dinas saya sebagai dokter muda--pada masa awal kelahirannya. Saya juga dibuat kagum dengan eksposisi yang digunakan penulis untuk menceritakan perjuangan mahasiswa dalam membidani revolusi.

Seperti kisah roman lainnya, tentu tak lengkap jika tidak ada tokoh pria yang minta-dikeluarin-dari-buku-bangetWell, tidak sepenuhnya "pingin banget" sih, mengingat laki-laki dalam tokoh ini adalah produk tahun 60an. Yang jelas, Marga T menciptakan penokohan yang cukup kuat.

Sayangnya, selain kemasan yang kurang menarik (mungkin juga karena perbedaan zaman?), ada beberapa bagian yang menurut saya mubazir. Marga T memang piawai dalam menulis deskripsi. Ia betah melukiskan suatu benda, manusia, atau peristiwa dalam berbaris-baris kalimat. Saya tidak tahu apakah teknik deskripsi yang (maaf) bertele-tele ini memang karakter khas Marga T atau memang ciri dari karya sastra 60-an.

Secara keseluruhan, saya memberi 5 dari 5 bintang untuk karya ini. Buat saya pribadi, buku ini adalah paket lengkap yang mencakup semua minat saya (yang aneh-aneh): lawas, sejarah, politik, pergerakan mahasiswa, kedokteran, dan sastra tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline