Lihat ke Halaman Asli

Jakarta Rumah Kita

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai magnet ekonomi yang besar, wajar jika Jakarta menjadi pusat urbanisasi di negara ini. Ibarat seorang Ibu, Jakarta tidak pernah memilih-milih anak (warga) yang datang kepadanya. Sekarang, Jakarta menjadi rumah lebih dari sembilan juta warganya, dan juga memberi makan  penduduk yang  tinggal di wilayah Megapolitan Jadebotabek yang jumlahnya lebih banyak lagi. Sekarang sang Ibu sudah mulai menua. Ibukota kewalahan menampung jumlah penduduk yang ada. “Jakarta sudah overloaded. Apapun pembangunan yang dilakukan di Jakarta sekarang akan menimbulkan masalah” tutur Yayat Supriatna, ahli tata kota dari Universitas Trisakti, Jakarta. Kurangnya rasa kepemilikan (sense of belonging)sebagai rumah terhadap Jakarta dipastikan menjadi salah satu masalah dasar. Ibukota kerapkali hanya dipandang sebagai rumah singgah untuk mencari uang. Akibatnya, partisipasi warga dalam pembangunan dan penjagaan Jakarta menjadi kurang. Pemerintah DKI Jakarta kerap mengeluh, kurangnya partisipasi warga ini memang menjadi momok bagi penataan Ibukota. Contohnya, Wakil Gubernur Prijanto awal bulan ini di Balaikota mengkritik masyarakat atas mandeknya tingkat hunian di Rumah Susun. “Mereka susah diajak pindah meski disediakan tempat” ujarnya. Menyoal kurangnya partisipasi warga tersebut, banyak pihak menilai menyalahkan warga bukan tindakan yang tepat. Tantowi Yahya, anggota DPR RI menilai perlunya pencarian terhadap akar permasalahan dari kurangnya partisipasi warga tersebut. “Salah satunya, adalah rasa kepemilikan terhadap kota sebagai rumah bagi para warga kota.” ucapnya. Rasa kepemilikian ini, menurut Tantowi memiliki dua sisi. “Seperti susahnya memindahkan warga ke Rusun. Karena warga merasa tempat tinggalnya sekarang adalah rumah mereka, dalam skala kecil”. Lebih lanjut, Tantowi menilai, rasa memiliki rumah ini harus dibesarkan, “Kita harus melihat Jakarta ini sebagai rumah” katanya. Pernyataan Tantowi beralasan, sebuah rumah selayaknya menjadi tempat yang paling nyaman bagi penghuninya. “Jika warga menganggap ini rumah, tentunya tidak akan buang sampah sembarangan. Tentu pula, mempunyai kerelaan yang tinggi demi pembangunan dan keindahan ibukota. Asalkan rakyat dan pemimpinnya saling percaya, sama-sama cinta akan Jakarta” jelasnya. Ditelisik ke bawah, pendapat Tantowi tersebut terbukti. Kecintaan yang besar  bisa membuat perubahan di Jakarta. Bang Idin, tokoh pembersih Kali Pesanggrahan, mengaku apa yang ia lakukan untuk Jakarta adalah bukti kecintaannya pada Jakarta. “Gue cinte Jakarta, ini rumah Gue,” pungkasnya. (CintaJakarta April) www.cintajakarta.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline