sumber: dokumen pribadi (Oktober 2022)
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan salah satu warisan budaya yang bangunannya identik dengan warna putih dan biru seperti langit nan indah, dimaknai bahwa warna biru dan putih mencerminkan seseorang yang memiliki watak untuk dapat menolak perbuatan yang tidak baik. Kemudian warna biru dan putih juga dimaknai sebagai simbol langit yang dapat menggambarkan seseorang yang memiliki pandangan luas dan pemaaf. Sri Susuhunan Pakubuwana XIII atau dikenal PB XIII yang memiliki nama lengkap Gusti Raden Mas Suryo Partono merupakan raja yang memimpin Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sejak tahun 2004 hingga saat ini. Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat juga menjadi salah satu simbol/ikon dari Kota Solo atau Surakarta. Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ini terletak di Jalan Kamandungan, Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Berbicara mengenai identitas dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat maka Radya Laksana merupakan makna filosofis dari lambang Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Apa saja makna dari lambang Keraton Kasunanan? Pertama, terdapat mahkota yang dimaknai sebagai simbol kebudayaan Jawa untuk para raja yang menjabat. Selain warna putih dan biru dalam lambang Keraton Kasunanan terdapat warna merah dan kuning yang diartikan sebagai makna kasepuhan yakni rasa sabar, tidak mudah tergoda hawa nafsu terkhusus bagi seorang raja yang sedang menjabat. Kemudian matahari yang dimaknai bahwa raja harus memiliki kekuatan untuk memancarkan sinar kehidupan kepada masyarakat dengan ikhlas, kemudian bulan yang dimaknai bahwa raja harus dapat memancarkan kelembutan dan kedamaian, lambang bintang dimaknai bahwa raja harus dapat menerangi semua rakyatnya tanpa pandang bulu, selanjutnya lambang bumi yang dimaknai sebagai lambang dari welas asih. Lambang paku dimaknai bahwa dalam menjalani kehidupan harus selalu kuat dengan berdasar pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Lambang kapas dan padi dimaknai sebagai sandang dan pangan yang merupakan bahwa sandang berhubungan dengan kesusilaan dan harus diutamakan sedangkan pangan berhubungan dengan lahiriah dan dapat di nomor dua kan. Terakhir mengenai pita merah putih yang dimaknai sebagai bentuk bakti terhadap Ibu dan Bapak dimana warna merah dilambangkan Ibu, dan warna putih dilambangkan Bapak.
Keraton nan indah ini mempunyai luas 54 hektar yang melintang dari wilayah alun-alun utara hingga alun-alun selatan. Saat ini selain sebagai tempat edukasi wisata, fungsi utama dari keraton adalah sebagai tempat tinggal untuk para raja, ratu, putra dan putri raja serta para abdi dalem. Di wilayah Baluwarti terdapat pembagian wilayah berdasarkan orang yang menempatinya seperti Kampung Wirengan, Kampun Lumbung, Kampung Carangan, Kampung Kasatriyan, dan Kampung Gabuhan. Kampung Wirengan ditinggali oleh para abdi dalem yang mengurusi tarian wayang orang kemudian Kampung Lumbung yang digunakan untuk menyimpan bahan makanan milik keluarga keraton. Kampung Carangan yakni tempat abdi dalem yang tergolong kedalam prajurit terutama para pengawal raja. Kampung Kasatriyan yang digunakan para abdi dalem dalam melakukan kegiatan tertentu dan yang terakhir yakni Kampung Gambuhan yang ditinggali oleh para abdi dalem yang mempunyai tugas menabuh gamelan istana dan ahli gending.
Pembagian wilayah keraton tentunya terdiri dari beberapa bagian meliputi Kompleks Alun Alun Lor, Kompleks Siti Hinggil, Kompleks Pagelaran Sasana Sumewa, Kompleks Kamandungan Lor, Kompleks Kedhaton, Alun-Alun Selatan dan beberapa wilayah lainnya. Menurut salah satu guide di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat bahwa raja, keluarga inti juga para abdi dalem terdekat raja tinggal di Komplek Baluwarti yang juga menjadi batas istana keraton. Selain itu para putra dan putri raja tinggal terpisah dimana putra tinggal di wilayah A dan putri tinggal di wilayah B, hal ini dimaksudkan untuk menjaga putra dan putri raja dari hal-hal yang tidak diinginkan. Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat didirikan oleh Susuhunan Pakubuwana II pada tahun 1744 sebagai pengganti keraton Kartasura yang hancur akibat dari adanya suatu peristiwa yakni Geger Pecinan pada 1743. Warisan budaya Jawa yang terdapat di Keraton Kasunanan yakni dengan masih lestarinya bangunan, benda artefak, seni budaya juga adat tata cara keraton. Hingga hari ini pemberian atau cinderamata yang diberikan oleh raja-raja Eropa diletakkan dengan sangat apik di museum keraton yang letaknya ada di wilayah Sasana Sewaka.
sumber: dokumen pribadi (Oktober 2022)
Lantas tercetus pertanyaan, "bagaimana dengan kehidupan masyarakat di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat?" Warisan budaya yang masih sangat dipegang teguh oleh raja, keluarga keraton, para abdi dalem dan masyarakat di lingkungan sekitar tentunya dapat menjawab pertanyaan tersebut. Dalam kehidupan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terdapat sebuah aturan yang disebut dengan Angger Nawala Pradata yang di dalamnya memuat aturan-aturan hukum mengenai jenis tindakan hukum sekitar tata kehidupan masyarakat dibawah pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Aturan Angger Nawala Pradata dipercaya telah mulai dirumuskan sejak zaman dahulu tepatnya pada masa Kerajaan Mataram Islam yang kelak menjadi cikal bakal berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya terdapat beberapa perubahan atau amandemen dalam aturan tentunya dengan menyesuaikan pada perkembangan zaman. Jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari maka aturan Angger Nawala Pradata ini di dalamnya memuat penanganan akan kasus-kasus umum seperti bagaimana jika seseorang ingin mengadakan perjalanan di malam hari, kemudian mengenai urusan utang-piutang, aturan mengenai seseorang yang mengganggu wanita, aturan mengenai jika kehilangan atau menemukan barang, aturan mengenai perselisihan antara suami dan isteri, aturan mengenai pentas budaya atau hal-hal yang berkaitan dengan keramaian bahkan hingga aturan mengenai pemeliharaan hewan dan tata tertib berlalu lintas.
sumber: dokumen pribadi (Oktober 2022)