Lihat ke Halaman Asli

Demokrasi dalam Keluarga Menjelang Pilpres 2014

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1401867793723544110

[caption id="attachment_340273" align="alignnone" width="663" caption="www.katakataku.com"][/caption]

Sedikit cerita mengenai kehidupan dalam keluarga sehari-hari. Dimana sang ayah memberikan pandangan mengenai jurusan / fakultas apa yang akan diambil anaknya. Sang ayah mulai menunjukkan pandangan jurusan / fakultas mana yang mudah memperoleh pekerjaan. Sementara sang anak memiliki pandangan sendiri, kemudian menentukan pilihan fakultas/jurusan apa yang disukai.

Sang ayah menyarankan agar dia tidak memilih jurusan itu karena dianggap sulit memperoleh pekerjaan, karena dimasa datang persaingan semakin ketat. Sang anak bersikukuh ingin mengambil jurusan itu dan menunjukkan bahwa mencari kerja mudah, tidak sesulit dibayangkan sang ayah, ia bahkan berjanji membiayai kuliahnya sendiri bila sang ayah tidak setuju.

Begitulah perdebatan yang terjadi dalam lingkungan keluarga, dan menjelang pemilihan presiden 2014 ini perdebatan kembali dijumpai antara orang tua dan anak. Dimana sang anak sudah dianggap dewasa menurut hukum dan memiliki KTP sendiri, mulai mengikuti acara perdebatan di televisi, aktivitas di sosial media, hingga dia menentukan pilihannya terhadap calon presiden dan calon wakil presiden nomor dua Jokowi dan JK.

Kemudian orang tua yang mendampingi anaknya menonton acara perdebatan televisi berpendapat lain. Sang ayah mulai berpendapat bahwa calon nomor satu Prabowo dan Hatta adalah layak untuk memimpin Indonesia. Alasannya banyak  misalnya kerinduannya akan sosok yang tegas, kemandirian bangsa, harga pangan yang murah, kemampuan Hatta mengelola ekonomi, hingga sampai Indonesia masuk negara G20 didunia. Kemampuan memimpin Prabowo dalam kemiliteran dan sosok Hatta yang humble menjadi pertimbangan sang ayah untuk memilih nomor satu.

Sang Anak berpendapat Jokowi dan JK yang layak memimpin Indonesia, karena Jokowi berhasil membawa Solo dikenal dunia, perbaikan anggaran Jakarta selama dia memimpin dan sosok Jusuf Kalla dengan terobosan beraninya soal kebijakan terhadap permasalan negara. Sang anak mulai mempermasalahkan masalah isu HAM Prabowo yang dia ketahui di sosial media. Kemudian perdebatan itu sampai di meja makan.

Sang Ibu dengan penuh cinta menyimak keduanya sambil mengatakan " Ayo makan yang banyak, dihabiskan", selepasnya ia mulai membereskan dan mencuci piring punya keduanya. Sebelum menonton acara favoritnya sang Ibu berpesan pada anaknya "Jangan naikkan suaramu kepada ayah, pelankan saja, bicara itu yang tenang, ayah dengar kok." kemudian sang Ibu juga berpesan di dapur kepada ayahnya "Ayah dengar dulu penjelasan Kakak, biarkan dia berpendapat."

Kita tau dalam penerapan sistem demokrasi kita tidak hanya di tuntut untuk negara saja, tetapi juga berdemokrasi dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Bagaimana demokrasi keluarga dalam penerapannya?  Kita lihat yuk;


  1. Berlaku adil terhadap semua anggota keluarga tanpa pilih kasih
  2. Memberikan kesempatan pada anggota keluarga untuk memberikan saran, kritik demi kesejahteraan keluarga
  3. Mengerjakan tugas rumah sesuai dengan perannya dalam keluarga
  4. Saling menghormati dan menyayangi
  5. Menempatkan Ayah sebagai kepala keluarga
  6. Melakukan rapat keluarga jika diperlukan
  7. Memahami tugas & kewajiban masing-masing
  8. Menempatkan anggota keluarga sesuai dengan kedudukannya
  9. Mengatasi dan memecahkan masalah dengan jalan musyawarah mufakat.
  10. Saling menghargai perbedaan pendapat masing-masing anggota keluarga.
  11. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.


Berdasarkan poin diatas apakah sang ayah dinilai otoriter terhadap anaknya? Apakah sikap anak itu mengurangi rasa hormat terhadap ayahnya? Kita tidak boleh terlalu cepat menyimpulkan. Perdebatan dalam keluarga adalah dinamika. Dinamika ini bagian dari bentuk interaksi antara mereka, selama anggota keluarga saling sayang menyayangi, saling menghormati maka keluarga tersebut sudah memiliki nilai demokrasi didalamnya.

Keberadaan proses demokrasi di dalam keluarga juga akan menimbulkan suatu kesetaraan dan keadilan baik bagi suami dan istri serta anak sehingga setiap pihak memilih peran yang saling mendukung satu sama lain, tentunya hal tersebut harus diawali dengan komunikasi antar keluarga agar menemukan pemikiran akan kehendak dari setiap pihak dan juga agar dapat meminimalisir potensi konflik dari keluarga tersebut.

Setelah dinasihati ibu,  sang anak mencium tangan pria yang membesarkannya, menjadikannya terdidik. Sang ayah pun kaget, dia kemudian mengelus kepala anaknya, bangga memiliki penerus yang cerdas dan menyadari anaknya semakin dewasa dan bisa menentukan pilihannya sendiri. Kemudian Ibu nyeletuk "nah gitu dong."

Salam Kompasiana




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline