Bitcoin dan jenis mata uang kripto (crypto currency) lainnya kini kian populer seiring dengan melambungnya harga 1 Bitcoin yang menyentuh di level 14.000 US$. Tak ketinggalan, Bitcoin juga telah menjadi alternatif alat pembayaran di beberapa negara maju, seperti Jepang dan sejumlah negara di Eropa.
Meski demikian, tak semua negara menerima kehadiran mata uang digital ini. Seperti sejumlah bank sentral di beberapa negara, termasuk di Indonesia melarang Bitcoin sebagai alat transaksi atau pembayaran yang sah. Bahkan pemerintah Cina dengan tegas melarang transaksi jual beli Bitcoin dan initial coin offerings (ICO).
Di Indonesia, Bitcoin dan mata uang digital lainnya masih bisa diperjual belikan melalui sejumlah platform, seperti Bitcoin.co.id. Awalnya saya sendiri agak takut masuk ke crypto currency ini, karena merasa tak punya dasar pengetahuan yang mendalam. Namun, setelah mendengar beberapa komentar dari para teman, akhirnya saya pun mencoba masuk ke dalamnya.
Nah, berikut ini beberapa hal yang bisa menjadi masukan bagi para pemula yang ingin mencoba soal bitcoin dan mata uang kripto lainnya. Saya juga akan sedikit membandingkan bitcoin dengan saham, yang juga mengandung risiko tinggi dalam penerapannya.
1. Jam dan Hari Transaksi
Transaksi Bitcoin dan mata uang kripto lainnya tak mengenal waktu. Artinya, transaksi ini bisa berlangsung selama 24 jam setiap harinya. Ini berarti, kita bisa bertransaksi kapan saja kita mau, tanpa harus menunggu hari kerja. Sementara perdagangan saham di bursa dibatasi oleh waktu dan jam kerja, yakni setiap Senin-Jumat (hari kerja) antara pukul 09.00- 15.49 WIB.
2. Volatilitas harga
Pergerakan harga Bitcoin dan mata uang kripto lainnya lebih volatile atau rentan naik dan turun lebih cepat ketimbang harga saham. Dalam sehari, mata uang digital ini bisa turun atau naik hingga lebih dari 50%. Sementara, transaksi saham memiliki aturan auto rejectatau penghentian transaksi secara otomatis bila melebihi batas tertentu.
3. Pengawas atau Regulator
Transaksi bitcoin dan mata uang kripto lain tak memiliki pengawas atau badan regulator, dalam hal mengawasi pergerakan harga yang tak wajar. Artinya, jika sewaktu-waktu investor merasa dirugikan karena transaksi yang tak wajar, maka tak ada wadah untuk tempat mengadu atau mengawasi. Sementara, dalam perdagangan saham, ada Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi emiten atau perusahaan yang mengeluarkan saham, jika ada rencana aksi korporasi maupun ada transaksi harga saham yang tak wajar.
4. Spekulasi Jual Beli