Lihat ke Halaman Asli

Pemandangan alam Bromo mirip dengan objek wisata di Dieng

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1425875326586201782

Pagi yang cerah di Hari Rabu, di kalender tercetak angka 18 di Bulan Februari tahun 2015. Setalah sehari menginap di homestay yang ada di Wonosobo, mengambil moment long weekend pada libur imlek kami sudah merencanakan perjalanan ini bisa dibilang cukup singkat, berawal dari ide iseng sebulan yang lalu.

Bersama keluarga memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Bromo. Kenapa kami memilih Bromo? Karena kami ingin membuktikan bahwa objek wisata di Bromo mirip dengan objek wisata di Dieng. Kami penasaran makanya ingin berangkat kesana. Pagi itu packing barang sudah selesai sekitar pukul 09.30.  Persiapan untuk bekal makanan dan obat-obatan selesai sekitar sepuluh menit sebelum jarum jam menunjuk angka 10, setelah semua dirasa sudah siap, pukul 10.00 tepat kami berangkat.

Suasana perjalanan agak sedikit berbeda karena baru kali inilah keluarga kami bisa lengkap bepergian untuk berlibur bersama. Biasanya personil tidak pernah lengkap, kadang Ibu yang tidak bisa karena pekerjaan di sekolah tidak bisa ditinggal, kadang aku yang tidak bisa karena sedang ada dinas ke luar daerah. Perjalanan kali ini memang sudah menjadi komitmen kami bersama untuk benar-benar rehat sejenak dari aktivitas kerja dan refresh sebenar-benarnya bersama keluarga dengan formasi lengkap. Sepanjang perjalanan suasana ceria tak terelakkan, diiringi alunan musik kami bernyanyi bersama.

Beban pikiran, pekerjaan, utang serasa menguap begitu saja, tak ada sedikitpun yang mengendap di otak kami. Benar-benar perasaan yang bahagia terasa di dalam mobil sepanjang perjalanan liburan kali ini. Jam menunjukkan pukul 13.00, waktunya makan siaang, yaps kami berhenti di Rumah Makan Bintangan di daerah Bawen Semarang.

Ibu dan adik langsung memburu ke arah kamar mandi, hihihi udah gak tahan lagi katanya. Aku dan Bapak serta abang langsung merapat ke prasmanan yang sudah disediakan. Menunya lengkap, ada ayam bacem goreng, sayur sop rumput laut-bakso-sosis, ada sambal, tahu-tempe, pecel, mie goreng, kerupuk, tumis sayur, sapi lada hitam, wuih berasa mau menyantap semuanya hehehe.

Gak ketinggalan buah pisang dan teh manis hangat memasang muka memelas semua pengen diambil untuk melengkapi menu makan siang kami. Kurang lebih sekitar satu jam kami menyelesaikan makan siang kami, puas banget deh pokoknya. Sudah saatnya beranjak untuk melanjutkan perjalanan yang masih sangat panjang. Pukul 14.00 mobil meninggalkan Rumah Makan Bintangan untuk melanjutkan perjalanan.

Masing-masing ayik dengan gadgetnya masing-masing kali ini, karena sudah bosan bernyanyi sekarang adik sedang sibuk mengupload foto-foto yang tadi sempat kami ambil sebelum keluar dari rumah makan. Media sosial memang membuat yang jauh terasa dekat, berbagi informasi, tempat bertemu kawan atau kenalan lama, serta sarana untuk eksis tentunya.

Aku lebih memilih untuk mencatat setiap perjalanan kami menggunakan tablet pemberian Bapak sambil browsing-browsing tempat wisata yang akan kami kunjungi. Bapak dan Ibu sibuk dengan bacaan masing-masing, maklum lah hobi mereka bisa dikatakan serupa tapi tak sama, sama-sama suka membaca, tapi hal yang dibaca berbeda hahaha.

Waktu terasa sangat cepat juga ya, setelah beberapa kali kami berhenti di hotel pertamina (POM Bensin) untuk laporan wajib akhirnya sampailah rombongan di Rumah Makan Kurnia Jaya Ngawi untuk makan malam. Saat itu waktu menunjukkan pukul 18.10 pada jam yang Ibu kenakan. Turun dari mobil sejenak kami lakukan gerakan-gerakan peregangan otot kaki, tangan dan pinggang, pegel juga ya duduk terus di mobil untuk jangka waktu yang lama. Terlebih dahulu kami bersih-bersih di kamar mandi untuk kemudian menikmati makan malam yang bisa dibilang cukup sederhana.

Tahu-daging-bihun-sayur sop-kerupuk-buah semangka-teh manis, tapi kali ini aku minta teh tawar untuk minumnya. Rombongan tidak terlalu lama berhenti makan malam. Sekitar pukul 19.15 kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Rute perjalanan yang akan kami tempuh masih cukup jauh ternyata, padahal perasaan udah lama banget ya duduknya. Yapz, kami akan melewati rute perjalanan dari Ngawi kemudian  Madiun - Nganjuk - Jombang - Mojokerto - Pasuruan - dan akhirnya Probolinggo. Masih dalam posisi tidur cantik dan ganteng hehe tiba-tiba harus terbangun karena mobil sudah memasuki Rumah Makan Tongas untuk transit sebelum nantinya naik elf untuk diantar menuju Bromo.

Waktu menunjukkan pukul 02.00, dini hari saat mobil kami memasuki kawasan rumah makan. Saat turun dari mobil ternyata bukan saja rombongan keluarga kami saja yang berada di kawasan Rumah Makan Tongas, ada sekitar lima buah bus besar yang juga menunggu jemputan elf. Ibu, aku dan adik berkemas menyiapkan pakaian hangat untuk dipakai ke atas.

Bersih-bersih diri di kamar mandi bergantian dengan rombongan yang lain untuk selanjutnya menikmati segelas kopi yang telah disediakan. Udara terasa belum begitu dingin, setelah menikmati segelas kopi kami memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah makan. Tepat di dekat pos dekat gerbang pintu masuk rumah makan kami melihat ada dua orang bapak-bapak yang menjajakan jualannya, ada sarung tangan, kupluk,syal dan kaos kaki.

Beberapa orang berkerumun untuk sekedar melihat-lihat dan membeli, bergabung dengan kermunan kami memilih dan membeli beberapa sarung tangan dan kupluk untuk dipakai naik ke bromo. Samar terdengar pengumuman dari guide bahwa elf sudah siap dan minta kami untuk segera naik, waktu menunjukkan pukul 03.30 saat itu.

Seketika elf penuh dan cuzzz elf melesat berangkat menuju pemberhentian selanjutnya di area sekitar masjid dekat gerbang balai desa untuk kami berhenti sejenak menunaikan sholat subuh terlebih dahulu sebelum naik menikmati sunrise bromo. Ternyata setelah sampai di Bromo untuk melihat sunrise nya kalau di bandingkan dengan yang ada di Wonosobo, sunrise sikunir Wonosobo lebih indah daripada sunrise di Bromo.

Beberapa warung sederhana yang menjual minuman untuk penghangat badan dan pop mie terlihat di pinggir area parkir elf di bawah masjid. Kami mampir untk membeli beberapa minuman seperti kopi dan susu untuk menghangatkan badan karena udara sudah terasa lebih dingin sambil menunggu adzan subuh.

Adzan tak lama dikumandangkan oleh salah satu pengunjung dan kami bersama beberapa rombongan yang lain melaksanakan sholat subuh secara berjamaah. Bergegas kemudian rombongan menuju elf untuk melanjutkan perjalanan. Semburat warna jingga sudah terlihat di langit, jendela elf kami buka, waahh segarnya angin bromo berebut masuk ke dalam elf yang memuat 10 orang penumpang ini. Seketika itu subhanallah terucap dari mulutku, begitu indah, begitu agung ciptaan-Mu Ya Allah. Semakin speechless ketika elf berhenti dan spontan kami berhamburan keluar tanpa komando menikmati indahnya pemandangan bromo meski kabut masih menyelimuti area sekitar parkir elf. Selain elf ada juga beberapa ojek dan jeep di area tersebut.

Kita bisa memilih sarana apa yang akan kita gunakan, tentunya disesuaikan dengan kemampuan kita dan seberapa banyak rombongan kita untuk menikmati sunrise. Untuk sewa jeep kita harus merogoh kocek sekitar 100 ribu per orang tapi itu sudah termasuk kita menuju lautan pasir, kalau ojek hanya 10 ribu saja untuk melihat sunrise kecuali kalau kita menggunakan kendaraan roda dua milik sendiri kita bisa menggunakannya sampai di lautan pasir.

Setelah menuju tempat pemberhentian kendaraan di lautan pasir, kita bisa melihat sangat banyak kuda disana. Tentunya untuk disewa ya bukan peternakan kuda hehehe. Kita bisa menyewa kuda tersebut untuk naik ke dekat kawah bromo, karena cukup jauh memang bila harus berjalan kaki menuju kesana.

Kita bisa merogoh kocek sebesar 50 ribu untuk sewa kuda satu kali pemberangkatan atau pas perginya saja, tapi kalau kita menginginkan pergi pulang naik kudanya kita harus merogoh lebih dalam, yapz 100 ribu rupiah yang harus kita bayar. Tapi kalau memang pengen bakar kalori and sehat banget kita gak sendiri koq bila mau berjalan kaki menuju kawah bromo karena sangat banyak juga yang lebih memilih berjalan kaki daripada menyewa kuda.

Untuk uti dan aki alias kakek nenek, oma dan opa yang gak berani naik kuda cukup menunggu saja di sisi area penjual makanan dekat kamar mandi di area lautan pasir sambil pilih-pilih souvenir yang juga dijajakan disana menunggu anak cucunya turun dari kawah bromo yach. Untuk melihat kawah bromo dari dekat, setelah kita turun dari kuda kita harus naik tangga terlebih dahulu. Ada 250 anak tangga yang harus kita tempuh.

Pegangan yang kuat, berhenti bila nafas sudah mepet, jangan membawa terlalu banyak barang bawaan naik paling tidak air mineral dan kamera, dan tetap hati-hati serta fokus. Kenapa? Karena tangga yang kita naiki jumlahnya gak sedikit dan lebarnya pas selebar badan serta tentunya banyaknya pengunjung dengan berbagai usia serta latar belakang disana, jadi disarankan untuk tetap hati-hati dan fokus and jangan bercanda karena meleng sedikit bukan hanya kita yang rugi tapi pengunjung yang lainnya juga akan ikut terkena imbasnya, so tetep care for yuor safety and also people around you.

Tak henti-hentinya mulut dan hati ini bersyukur dan kagum atas penciptaan-Mu. Semakin kecil rasanya diri ini di hadapan-Mu Ya Rabb. Apalagi diberi kesempatan bersama formasi keluarga yang lengkap untuk menikmati salah satu dari wujud Kuasa-Mu. Rombongan diberi waktu sampai pukul 09.00 untuk menikmati kawah bromo dan sekitarnya untuk selanjutnya kembali ke Rumah Makan Tongas bersih diri, makan dan melanjutkan perjalanan ke Batu Malang.

Foto keluarga disamping foto selfie tentunya tak ketinggalan kami lakukan sebelum meninggalkan kawasan Bromo. Sepanjang perjalanan pulang aku berketetapan hati untuk kembali lagi suatu saat nanti, untuk mengeksplore bromo lebih.  Bromo dan Wonosobo sebenarnya memiliki banyak kesamaan, itulah yang kupikirkan saat berada di rumah makan. Mulai kondisi geografisnya dengan objek wisata alamnya, masyarakatnya, budayanya, serta religinya.

Bromo bisa menjadi destinasi wisata internasional tentunya Wonosobo juga bisa dengan Diengnya. Kawah ada, air terjun  ada, danau ada, budaya hindunya, hasil pertaniannya, masyarakatnya, semua sangat mirip dan berada dalam satu kawasan.

Perjalanan liburan kali ini sungguh sangat melecut semangatku untuk bisa membangun pariwisata Wonosobo lebih, dengan caraku tentunya, karena Bromo bisa kenapa Dieng tidak? Begitu banyak kemiripan disana, dan setelah apa yang kualami aku banyak belajar dengan melihat dan beberapa interview dengan pelaku wisata disana, manajemen adalah utama, bagaimana perkembangan pariwisata dapat terlaksana tanpa meninggalkan budaya masyarakat asli dan bagaimana pemberdayaan masyarakat disana, semua elemen merasakan manfaat dari perkembangan pariwisata tanpa terkecuali, kerjasama yang solid dan yang terpenting adalah wisatawan ingin kembali lagi kesana di waktu yang lain, gak kapok.Selamat  berwisata.

[caption id="attachment_354776" align="alignnone" width="500" caption="Pemandangan alam Bromo mirip dengan Objek wisata di Dieng Wonosobo"][/caption]

[caption id="attachment_354777" align="alignnone" width="500" caption="Pemandangan alam Bromo mirip dengan Objek wisata di Dieng Wonosobo"]

14258754011021112692

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline