A. Pengertian Sufisme dan NeoSufisme
Sufisme atau di kalangan pemikir Barat juga dikenal dengan nama tasawuf. Kata tasawuf tidak dikenal dalam Al-Qur'an, tetapi baru diketahui pada abad III H. Secara etimologis, ada Beberapa pendapat mengenai asal usul kata tasawuf, ada di antaranya mengatakan bahwa Sufi berasal dari kata Shafa yang berarti suci, bersih, murni atau jelas. Pendapat lain mengatakan bahwa Sufi berasal dari kata Shaf berarti garis, sufi selalu dalam shaf pertama ketika berdoa memohon rahmat Allah (swt). Ada juga mereka yang mengatakan bahwa sufi berasal dari kata Shuffah yang berarti serambi sederhana yang terbuat dari tanah dengan sedikit bangunan lebih tinggi dari tanah masjid. Sufi dulu adalah sekelompok sahabat Nabi Muhammad (saw), yang gemar beribadah dan mereka tinggal di serambi masjid Nabawi.
Sufisme, atau tasawuf, adalah suatu aliran dalam Islam yang menekankan aspek spiritualitas dan penyucian diri. Nama "tasawuf" berasal dari bahasa Arab, terkait dengan kata "tashowwafa yatashowwafu-tashowwuf," yang secara harfiah mengandung makna memiliki banyak bulu. Ini mencerminkan konsep bahwa para sufi, yang merupakan praktisi sufisme, melihat diri mereka sebagai rendah di hadapan Tuhan, seperti selembar bulu yang terpisah dan tak memiliki makna. Meskipun tidak semua sufi mengenakan pakaian dari wol, beberapa menggunakan simbolisme ini dalam praktik spiritual mereka.
Terdapat beberapa pandangan tentang asal-usul nama "sufi." Salah satunya adalah bahwa mereka dinamakan demikian karena kesucian hati dan tindakan bersih yang mereka usahakan. Para sufi berupaya membersihkan diri mereka di hadapan Allah melalui latihan spiritual yang mendalam, dengan menjauhi sifat-sifat yang kotor.
Sejumlah pandangan lainnya mengaitkan nama "sufi" dengan keberadaan mereka dalam barisan terdepan saat beribadah, serupa dengan orang-orang yang selalu sholat di barisan pertama dan menerima kemuliaan dari Tuhan. Selain itu, ada pula referensi kepada "ashhb al-Shuffah," yaitu para sahabat Nabi Muhammad Saw. yang tinggal di kamar-kamar masjid, meninggalkan dunia, dan berkonsentrasi dalam ibadah, dekat dengan Rasulullah.
Secara esensial, tasawuf adalah upaya untuk mencapai kesucian dan keterhubungan yang lebih dalam dengan Tuhan. Ini melibatkan penyucian batin dan amalan-amalan yang baik. Terdapat berbagai metode dalam tasawuf, seperti penyendiran diri (khalawt), latihan-latihan spiritual (riydloh), pengakuan dosa dan bertaubat (taubah), dan ketulusan (ikhlas). Dalam intinya, tasawuf adalah jalan yang dimulai dengan ilmu, diikuti dengan amal, dan berakhir dengan karunia Ilahi, yang bertujuan untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan mencapai kesucian spiritual.
Sedangkan Neo-Sufisme, yang berasal dari kata "neo" yang berarti baru atau diperbarui, dan "sufisme" yang merupakan istilah umum untuk berbagai aliran sufi dalam Islam, adalah suatu bentuk pembaruan dalam tradisi tasawuf. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Fazlur Rahman, dan menurutnya, Neo-Sufisme merupakan Sufisme yang telah diperbarui atau di-reformasi.
Neo-Sufisme dapat diartikan sebagai upaya untuk menguatkan kembali nilai-nilai Islam yang utuh, yang mencakup kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek kehidupan dan juga ekspresi kemanusiaan. Ini mencerminkan upaya untuk mempertahankan hasil positif dari modernisme sambil mengisi kekosongan-kekosongan yang ada di dalamnya. Dalam terminologi Fazlur Rahman, Neo-Sufisme adalah tentang mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk, yang dapat dirumuskan sebagai "ambil yang baik dan buang yang buruk".
Gagasan utama dalam neosufisme adalah perubahan orientasi dari pengalaman spiritual yang individual menuju aktivisme sosial. Neosufisme mendorong pemahaman yang lebih positif terhadap dunia dan menekankan keterlibatan aktif dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia, perkembangan gerakan sufisme yang dipengaruhi oleh neosufisme terutama berakar dalam ajaran aliran Sunni. Gerakan ini dipopulerkan oleh Hamka, yang melalui karyanya mengusulkan bahwa tasawuf yang sejati adalah yang tetap berakar pada prinsip tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah.
Pemikiran Hamka tentang neosufisme menekankan penghayatan dimensi esoterik Islam secara mendalam, sambil tetap terlibat dalam aspek kehidupan sosial dan masyarakat. Ini berarti bahwa neosufisme Indonesia mendorong para praktisi sufi untuk aktif dalam kehidupan masyarakat tanpa harus mengasingkan diri. Pandangan ini mengubah tradisi sufisme klasik yang lebih cenderung ke pengalaman individu dan menghadirkan kesan yang lebih positif tentang peran sufi dalam masyarakat. Oleh karena itu, neosufisme adalah pendekatan tasawuf yang menekankan pemahaman moral, pengendalian diri, dan keterlibatan aktif dalam masyarakat.
B. Sejarah NeoSufisme
Sejarah Neo-Sufisme dapat ditelusuri dari latar belakang perubahan dalam pemikiran dan praktik sufisme dalam dunia Islam. Istilah "neo-sufisme" pertama kali diperkenalkan dalam dunia akademik oleh Fazlur Rahman. Meskipun istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Rahman, gerakan Neo-Sufisme sebenarnya bukan sesuatu yang sepenuhnya baru. Ini dapat ditelusuri kembali ke paruh akhir abad ke-5 Hijrah (abad ke-11 M).