Lihat ke Halaman Asli

Cindy Fernanda

a psych student

Eksperimen Penjara Stanford hingga Mereka Hilang Akal

Diperbarui: 9 November 2021   09:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Dikenal dengan nama Stanford Prison Experiment (Eksperimen Penjara Stanford), seorang psikolog America, Philip Zimbardo melakukan eksperimen yaitu mengubah perilaku seseorang menjadi bertolak belakang karena suatu peran. 

Tahun 1971, Zimbardo melakukan eksperimen di Fakultas Psikologi, Universitas Stanford, dengan mengubah basement Stanford menjadi penjara sungguhan. Berawal dari para sukarelawan mahasiswa sehat mental dan tidak memiliki catatan kriminal yang mendaftar ikut eksperimen ini. Mereka diberikan kompensasi 15 dolar AS per harinya. 

Dalam percobaan ini, 24 sukarelawan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu penjaga dan para tahanan. Untuk lebih menekan psikologis para tahanan, Zimbardo sendiri yang mendesain sel itu dengan 1 lorong kecil dengan tujuan menekan psikologis para tahanan. Pada rencana awal, eksperimen ini akan diadakan selama 2 minggu namun dikarenakan tekanan tinggi, keadaan dan hasil eksperimen berkata lain. 

Selasa pagi tanggal 17 Agustus 1971, 9 mahasiswa muda menerima kunjungan dari polisi lokal. Selama eksperimen berlangsung, sukarelawan tahanan diperlakukan layaknya tahanan sungguhan. Tahanan benar-benar diperlakukan layaknya tahanan, difoto, diminta sidik jari, bahkan dibacakan Miranda Rights (hak untuk tetap diam). 

Baca juga: Iya, Kita Tidak Bisa Menyenangkan Semua Orang

Pada hari pertama, para tahanan diberi baju dengan nomor sebagai identitas dan bukan nama mereka. Mereka ditelanjangi, disemprot sterilisasi, dan lainnya. Konflik pertama terjadi karena para penjaga mengejek alat kelamin para tahanan yang sebenarnya tidak ada di SOP para polisi itu namun karena merasa memiliki kewenangan lebih, para penjaga tersebut melakukannya. 

Hari pertama juga disimpulkan bahwa baik para penjaga dan tahanan sama-sama bisa memainkan peran mereka dengan baik, terlebih si penjaganya. Hari kedua tepatnya pukul 2:30, ada bunyi peluit dan kentongan besi sel yang membangunkan para tahanan dan itu juga bertujuan untuk menekan psikologis si para tahanan. Para tahanan sudah semakin menyerap perannya masing-masing, merasa stres bahkan sudah saling curhat dengan teman satu sel tentang kondisi penjara ini. Di hari ini, mereka juga sudah mendapat hukuman seperti push up, disiksa, dll. Pagi harinya pun ada salah satu dari mereka yang merobek bajunya dan beberapa dari mereka sudah terjerat ke depresi. 

Para tahanan yang berontak dikumpulkan ke dalam satu sel khusus dan disiksa lebih jauh. Di hari ketiga, sudah ada pemisahan dari para penjaga dimana yang berontak tidak diberi makan dan yang baik diberi makanan spesial.

Ada satu tahanan #819 yang saat proses wawancara bersama pendeta, dia menangis dan mengeluarkan sisi depresinya. Tahanan #819 diberi tekanan juga dengan teman satu selnya bahwa dirinya adalah tahanan yang buruk bahkan sampai dirinya tidak mau keluar dari sel saat diperbolehkan pulang. 

Siksaan ini terus berlanjut sampai di hari keenam karena datangnya protes dari seorang psikologi di Universitas Berkeley. Faktor lainnya juga memaksa eksperimen ini untuk dihentikan. Singkat cerita dari semua eksperimen ini adalah Zimbardo mendapat kesimpulan dimana orang bisa beradaptasi pada sebuah peran sosial yang terstigma dalam otak mereka walaupun mereka tidak pernah melakukan itu sebelumnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline