Lihat ke Halaman Asli

Catatan Hari Kartini Dari Operation Theater/ OT

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gaung peringatan Hari Kartini, hampir tak terasa bagi kami yang bekerja di OT (Operation Theater)/ Kamar Operasi/ OK. Kalau bukan dari hasil mengintip status, upload foto teman-teman dengan kebaya cantiknya dan postingan artikel singkat di socmed (yang dengan susah payah karena di OT tidak ada sinyal), rasanya hari ini tidak ada bedanya dengan hari lain. Tapi memang, rasanya tidak sah kalau hari ini lewat tanpa membuat sedikit catatan.

Selama bekerja di OT, rasanya belum pernah saya merasakan perayaan dua hari besar wanita ini, Hari Kartini dan Hari Ibu. Barangkali karena daftar antrian pasien yang panjang tidak memungkinkan untuk sempat memikirkan perayaan ini. Segala macam lomba sulit dilaksanakan karena kamar operasi harus steril dan ruang lain sangat terbatas apalagi.... yang pasti mustahil bisa dilaksanakan adalah bekerja dengan dress code : 'kebaya' (bagaimana mau resusitasi dan mengangkat pasien? :) )

Dibanding dengan peringatan yang sifatnya seremonial dengan segala macam perayaan (bukan karena ngiri tidak bisa pakai kebaya :)), tetapi saya rasanya lebih nyaman melihat peringatan hari Kartini ini sebagai kesempatan yang baik untuk perempuan sejenak berpikir dan introspeksi.

Catatan #1#

Ada banyak tulisan di media mengenai peringatan hari Kartini, yang disebut sebagai pejuang emansipasi wanita. Isu emansipasi, persamaan hak di tempat kerja, hak suara, keadilan dan kesempatan kerja, angka pendapatan dan lain sebagainya seputar itu masih  menjadi ulasan utama, yang rasanya hampir tak berubah dari tahun ke tahun.

Padahal, selain Ibu Kartini, sebenarnya kita punya banyak pejuang wanita lain di bidangnya masing-masing, sebut saja Cut Nyak Dien, Christina Martha T, Cut Mutia, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rohana Kudus .... pahlawan wanita yang lain ini seakan tenggelam di setiap gaung perayaan Hari Kartini. Jika Ibu Kartini yang bercita-cita mulia menyampaikan aspirasinya lewat surat-suratnya pada sahabatnya, maka mereka inilah yang berkiprah nyata melalui perjuangan ' angkat senjata', pendidikan dan sekolah perempuan.

Seakan luput, apa yang telah dirintis oleh para pahlawan wanita ini tidak pernah sempat dikenang. Minim sekali liputan mengenai wanita yang tidak terlalu peduli pada kesetaraan gender dan emansipasi, tetapi bekerja nyata memajukan pendidikan  dan kesehatan wanita. Sepi liputan tentang wanita-wanita tangguh yang tanpa lelah mengajak kaumnya untuk membantu ekonomi rumah tangga tanpa meninggalkan rumah, yang mendirikan sekolah perempuan dan menggiatkan komunitas yang peduli pada masalah sosial dan lain sebagainya.  Berharap semoga tahun depan, topik Hari Kartini berubah menjadi salah satunya, liputan khusus mengenai wanita-wanita hebat ini.

Catatan #2#

Tertarik membaca Bonus Femina no. 16/XLII,19-25 April-2014, tentang hasil survei yang dilaksanakan oleh Accenture, secara online terhadap 4100 eksekutif di perusahaan berskala menengah  dan besar di 32 negara. Survei ini dilaksanakan untuk membaca 'peta' dunia karier wanita. Hasil survei ini dirilis pada International Women's Day 2014. Hasil survei ini menunjukkan bahwa 42% wanita Indonesia dan 42% wanita global, memilih bekerja daripada di rumah. Tingkat kepuasan wanita Indonesia- yang merasa sudah sukses, menduduki urutan kedua (70%) setelah India (86%) di urutan pertama,  Malaysia (76%), Cina(63%) dan Singapura(52%) diurutan ke 3, 4 dan 5

Menariknya, dari hasil survei ini, meskipun banyak wanita berkeluarga yang berada dalam kondisi finansial tidak harus bekerja, namun tetap memilih berkarier. Sekilas terlihat ada yang bergeser, yang tadinya istri sebagai sumber pendapatan tambahan sekarang bukan semata persoalan pendapatan, tetapi lebih pada aktualisasi diri.

Mengutip pendapat yang disampaikan Neneng Gunadi, Country Managing Director Accenture Indonesia " Dengan makin tingginya pendidikan wanita, sense of achievement nya pun bertambah. Pencapaian dan kepuasan diri dapat terwujud ketika seseorang merasa ingin memiliki lebih dari sekedar hal-hal material tapi juga memberikan kembali atau berkontribusi untuk ekonomi dan masyarakat."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline