Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia berimbas secara langsung maupun tak langsung terhadap seluruh aspek kehidupan di masyarakat. Para murid dan mahasiswa pun nyatanya terkena dampak langsung dari kemunculan virus ini.
Hal tersebut dapat dibuktikan oleh adanya kebijakan study from home yang diterapkan dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia.
Mungkin tulisan kali ini akan terasa sedikit berbeda dibandingkan tulisan-tulisan saya sebelumnya. Biasanya saya selalu menulis berbagai kejadian aktual yang dikemudian dikaitkan dengan Ilmu Psikologi.
Tetapi untuk tulisan pada kesempatan kali ini, saya akan berbagi sedikit hasil refleksi diri mengenai duka dari pelaksanaan kebijakan study from home berdasarkan pengalaman yang telah saya lalui dan rasakan.
Duka dari Study from Home
Letih, cemas, bosan, atau bahkan kesal merupakan perasaan-perasaan yang sering kali menghampiri saya disela-sela menjalankan kewajiban untuk study from home.
Tak tahu mengapa banyak pihak yang mengartikan study from home sebagai assignment from home. Bukankah bila melakukan proses pembelajaran dari rumah seharusnya dilakukan dengan metode yang serupa dengan pembelajaran secara face to face?
Mungkin, hanya lokasi saja yang berbeda diantara guru/dosen dengan murid/mahasiswa. Tentunya dengan bantuan dari perkembangan teknologi yang semakin canggih dan mutakhir, pengajar dan murid/mahasiswa dapat berinteraksi secara leluasa selama waktu pembelajaran berlangsung.
Jika seperti itu yang semestinya mengapa banyak pengajar yang justru merubah sistem pembelajaran yang seharusnya menjadi "pemberian tugas"?
Saya paham betul pada dasarnya tujuan dari pemberian tugas tersebut adalah untuk memberikan luang bagi murid/mahasiswa untuk membaca dan mencari jawaban atas soal-soal yang diberikan dari berbagai sumber, seperti buku paket, internet, atau bahkan jurnal-jurnal ilmiah.