BPJS Kesehatan telah menjadi komponen utama dalam mendukung akses layanan kesehatan di Indonesia. Namun, defisit anggaran yang diperkirakan akan mencapai Rp 20 triliun pada tahun 2024 menjadi tantangan besar yang harus dihadapi. Masalah ini menimbulkan berbagai rencana terkait kenaikan iuran BPJS pada tahun 2025 yang diharapkan dapat menjaga keberlanjutan layanan. Permasalahannya, bagaimana BPJS dapat bertahan tanpa harus mengorbankan hak masyarakat terhadap akses layanan kesehatan?
Defisit BPJS Kesehatan dan Beban Anggaran
Masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan tidak tiba-tiba terjadi begitu saja. Setahun terakhir, beban keuangan BPJS terus meningkat seiring dengan kenaikan jumlah klaim layanan kesehatan. Dilansir BBC News Indonesia (15/11), Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron, mengatakan bahwa pada tahun 2014, rata-rata pengguna harian hanya mencapai 252 ribu orang, berbeda dengan tahun 2024 yang meningkat hingga 1,7 juta orang per hari. Peningkatan layanan ini tentu menggambarkan keberhasilan BPJS dalam menjangkau lebih banyak masyarakat, meskipun di sisi lain juga membebani anggaran secara signifikan.
Rendahnya tingkat kepesertaan aktif juga memperburuk kondisi. Dari 277,5 juta peserta BPJS, sekitar 50 juta peserta BPJS berstatus tidak aktif. Hal ini tentunya membuat BPJS harus menanggung klaim dengan pendapatan yang tidak mencukupi. Di sisi lain, peningkatan kasus penyakit berat, seperti jantung, stroke, kanker, dan gagal ginjal juga menjadi salah satu penyebab utama tekanan pada anggaran BPJS hingga mencapai Rp 18 triliun pada tahun 2023. Kondisi ini turut diperparah dengan masalah fraud dalam klaim layanan kesehatan hingga pemalsuan biaya pelayan yang dilakukan beberapa rumah sakit.
Kenaikan Iuran: Solusi atau Beban Baru?
Dalam mengatasi hal ini, kenaikan iuran sering kali menjadi opsi yang dipertimbangkan. Rencana ini bahkan telah ada sejak tahun 2022 dan dipertimbangkan untuk realisasinya pada tahun 2025. Hal ini tentunya dilakukan untuk menjaga keberlanjutan program BPJS. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan dilema karena berisiko akan membebani masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.
Solusi Mempertahankan BPJS Kesehatan
Solusi yang dapat dipertimbangkan jika kenaikan iuran merupakan jalan satu-satunya adalah dengan menaikkan iuran secara bertahap menggunakan persentase yang wajar. Selain itu, solusi lain yang dapat diterapkan adalah menggunakan cost sharing di mana peserta membayar sebagian kecil biaya layanan per kunjungan sehingga dapat meringankan beban anggaran. Di sisi lain, BJPS juga perlu mengambil langkah lain untuk memastikan keberlanjutan layanan, seperti memberikan insentif kepada peserta yang patuh membayar atau memberikan sanksi bagi peserta yang menunggak. Pemerintah dapat berkontribusi dengan memperkuat program pencegahan penyakit atau preventive dengan mengedukasi masyarakat tentang gaya hidup sehat untuk mengurangi beban anggaran utama BPJS.
Meskipun harus menghadapi berbagai tantangan, pada akhirnya BPJS akan tetap menjadi harapan utama bagi sistem kesehatan di Indonesia. Dengan adanya kebijakan yang telah dipertimbangkan secara terukur dan tepat, harapannya BPJS dapat bertahan dan tetap menjadi program jaminan kesehatan yang memberikan akses bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H