Lihat ke Halaman Asli

Fisiologi Cinta, Pacaran, 'Belahan Jiwa' dan 'Pasangan Hidup'

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh : Alvernia Rendra Septiawan, FK UGM 2009

Published by Agung Prasetyo Wicaksono (SCORA-CIMSA UGM 2005-2009)

Dasar Teori

Otak manusia memiliki region yang sensitif terhadap feromon, dikenal sebagai VNO, singkatan dari Vomeronasal Organ. Dahulu kala organ ini diduga telah hilang di primata, namun belakangan dilaporkan bahwa VNO berfungsi di manusia, bahkan bisa mendeteksi feromon di udara dalam konsentrasi setingkat pikogram. Informasi dari VNO disampaikan langsung kepada Amygdala dan Hypothalamus, area-area dalam otak yang terlibat dalam perilaku seksual manusia. Dan reseptor feromon telah teridentifikasi berada di permukaan organ penciuman manusia (olfactory mucosa). Artinya, reseptor feromon manusia itu ada!!

Menurut hasil Human Proteome Project, setidaknya ada lima macam reseptor yang sudah teridentifikasi: V1RL1, V1RL2, V1RL3, V1RL4 dan V1RL5, kesemua gen pengkodenya terletak pada Kromosom nomor 19. Penelitian mengenai respons manusia terhadap feromon itu sendiri sudah dipublikasikan sejak tahun 2001 lalu oleh para Ilmuwan Swedia di

Huddinge University Hospital. Hasil studi ini mengatakan bahwa feromon apabila diterima oleh reseptornya di lalu menimbulkan reaksi pada VNO, maka akibat fisiologisnya adalah meningkatnya aliran darah menuju Hypothalamus dan Amygdala. Penelitian dilakukan dengan menggunakan PET (Positron Emission Topography) kepada subjek yang diekspos kepada chemosignals. Dalam penelitian ini, sinyal-sinyal kimia yang digunakan adalah Testosteron untuk perempuan dan Estrogen untuk laki-laki, namun belum ada penelitian yang dapat memastikan bahwa dalam kondisi sebenarnya, testosteron dan estrogen merupakan sinyal kimia yang digunakan oleh tubuh manusia.

Dalam studi lainnya didapati bahwa variasi genetika dalam HLA (Human Leukocyte Antigen) turut menentukan 'siapa bakal jatuh cinta sama siapa', studi tersebut mengamati mekanisme MHC (Major Histocompatibility Complex) dalam kaitannya dengan variasi HLA. Dua studi turunannya telah dilakukan, satunya melibatkan patogen (agen penyebab penyakit) dan satunya tidak melibatkan patogen. Kedua studi tersebut justru mendukung hipotesa bahwa wanita lebih cenderung memilih untuk berpasangan seksual dengan pria yang memiliki gen yang dapat menguntungkan bagi keturunannya kelak. Individu yang membawa keuntungan genetis yang dimaksud adalah, pria yang membawa gen yang tidak dimiliki oleh si wanita, atau pria yang dapat memperkuat sistem imun keturunan mereka kelak.

Dalam hal HLA, allela (pasangan gen) menunjukkan ko-dominasi (sama dominannya antar dua gen yang berpasangan), dengan akibat bahwa heterozigot dapat merepson antigen 'non-self pathogenic' secara lebih luas (lebih banyak antigen yang dapat terdeteksi), dan sistem kekebalan dari individu yang heterozigot juga dapat mengikat dua kali lebih banyak peptida (atau protein) asing, dibandingkan dengan seorang individu yang homozigot. Molekul HLA mengikat dan menunjukkan pecahan sel-sel penyakit pada permukaan membran sel, di mana kemudian akan dikenali oleh T-Cells. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lebih banyak jenis molekul HLA dapat berakibat pada ketahanan terhadap penyakit secara lebih luas. Lalu kemudian dapat disimpulkan bahwa individu yang heterozigot lebih diuntungkan oleh seleksi alam. Seorang wanita, dengan demikian, akan lenih memilih untuk kawin dengan pria yang dapat menyediakan gen untuk melawan penyakit yang sedang berkembang pada saat mereka kawin, di samping gen si wanita itu sendiri juga akan menyediakan kekebalan bagi si anak kelak. Dan dari teori mengenai gen kekebalan ini, telah berkembang berbagai teori baru mengenai bagaimana pasangan saling memilih untuk keuntungan keturunan mereka.

Teori lain tentang VNO dan feromon adalah mengenai peranan Androstenes sebagai sinyal kimia atau feromon. 16-Androstenes digunakan oleh babi hutan sebagai feromon mereka. Dan senyawa yang sama, juga dipercaya diproduksi oleh manusia sebagai feromon. Microba pada ketiak manusia bereaksi terhadap 16-Androstene yang diproduksi oleh kelenjar keringat di kulit ketiak, sehingga membentuk bau khas pada tiap individu. Dua hal, variasi individu dan perbedaan jenis kelamin dapat menentukan persepsi manusia terhadap bebauan ini. Ini juga mendukung teori bahwa senyawa 16-Androstene memainkan peranan penting dalam menentukan perilaku sosial, dan ada banyak sekali bukti ilmiah yang menyatakan bahwa mereka dapat mempengaruhi perubahan persepsi mengenai kita mengenai seseorang, mood individu, bahkan dapat mengubah perilaku kita secara keseluruhan dan fungsi alat-alat tubuh. Di antara berbagai peristiwa fisiologis tersebut, semuanya dapat dihasilkan melalui berbagai perbedaan pada molekul yang terlibat, entah itu perbedaan struktur kimiawi, perbedaan konsentrasinya maupun perbedaan lainnya.

Model pola pasangan manusia yang ditawarkan oleh para Adaptationist memberikan ide mengenai hal-hal yang sepele namun teknis dan merupakan reaksi biologis, dapat mempengaruhi interaksi sosial antar gender. Bahkan dalam sebuah studi disimpulkan bahwa sinyal-sinyal kimia dari Wanita yang sedang Ovulasi apabila diterima Pria melalui VNO dapat menghasilkan respons hormon pada pria tersebut, yang mana kebanyakan respons hormon tersebut mengarah kepada dorongan seksual agar pasangan tersebut melakukan koitus (hubungan intim) pada saat itu. Hal ini lah yang mengakibatkan banyaknya pasangan muda yang 'kecelakaan' dan mengalami kehamilan di luar nikah, apabila mereka senantiasa berdekatan dalam keseluruhan siklus menstruasi Wanitanya. Pria yang terpapar kepada aroma seorang wanita yang sedang ovulasi akan memiliki kadar testosteron yang luar biasa tinggi apabila dibandingkan dengan pria yang tidak terpapar aroma tersebut. Dengan demikian, studi tersebut menyimpulkan bahwa bebauan sebagai sinyal kimia dari Wanita yang menandakan kesuburannya, secara langsung berpengaruh kepada reaksi hormonal yang spesifik pada Pria, respons yang mana berkaitan langsung kepada perilaku seksual pria dan inisiasi perilaku kawin dan hasrat yang kuat untuk berhubungan intim.

Kesimpulan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline