Lihat ke Halaman Asli

Millennium Development Goal 6 dan Indonesia

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

ditulis oleh: Galih Arya Wijaya, CIMSA lokal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

MDGs 6 mempunyai poin tujuan untuk memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya. Secara internasional MDGs poin 6 ini mempunyai 3 target utama yaitu mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015, mewujudkan akses pengobatan HIV/AIDS untuk semua yang membutuhkan hingga tahun 2010, serta mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit menular lainnya (Tuberculosis) hingga tahun 2015. Secara internasional infeksi baru HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya (Tuberculosis) sudah mengalami penurunan. Seperti yang telah di nyatakan dalam MDGs Report 2011 oleh PBB, orang hidup dengan HIV/AIDS meningkat disebabkan karena meningkatnya harapan hidup setelah melakukan pengobatan. Di sisi lain, meskipun variasi pengobatan HIV/AIDS telah berkembang secara cepat tetap saja tidak bisa memenuhi target aksesibilitas untuk semua pada tahun 2010. Secara global, kematian yang disebabkan oleh Malaria telah berkurang hingga 20 persen. Dari angka 985.000 pada tahun 2000 menjadi 781.000 pada tahun 2009. Kesadaran masyarakat mengenai pencegahan penularan Malaria di Afrika, yang notabene merupakan kawasan paling sering dijumpai penyakit Malaria telah meningkat. Hampir semua keluarga menggunakan kelambu ketika tidur. Selain itu jumlah penerima pengobatan yang direkomendasikan untuk Malaria juga meningkat. Insidensi Tuberculosis telah menurun drastis sehingga pencapain target MDGs sudah mulai terlihat. Lebih dari 6 juta jiwa telah terselamatkan dari tahun 1995 berkat strategi internasional dalam hal perawatan dan diagnosis yang efektif pada Tuberculosis.

Lalu, bagaimanakah dengan Indonesia? Sayangnya tidak semua status pencapaian target sama seperti pencapaian internasional. Menurut Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia tahun 2010 oleh BAPPENAS sepanjang periode 1996 sampai 2006 kasus HIV/AIDS telah meningkat sebanyak 17,5 persen di Indonesia. Saat ini diperkirakan sekitar 193.000 orang hidup dengan HIV/AIDS. Sementara itu kumulatif kasus AIDS cenderung meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah kumulatif pada tahun 2006. Target poin 6A (mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015) ini dapat dianggap belum tercapai. Berbagai faktor sangat mempengaruhi keadaan ini. Kesadaran masyarakat yang masih sangat rendah mengenai pencegahan HIV/AIDS berpengaruh besar dalam hasil pencapaian ini. Menurut data BAPPENAS persentase perempuan dan laki-laki tidak menikah yang menggunakan kondom saat terakhir kali berhubungan seksual pada tahun 2007 adalah 18,4 persen pada laki-laki dan 10,3 persen pada perempuan. Sedangkan pada faktanya waktu itu kelompok yang belum menikah, baru sekitar 1,4 persen pada laki-laki dan 2,6 persen pada perempuan yang memiliki pengetahuan yang komprehensif dan benar. Akan tetapi perlu diketahui juga bahwa pada tahun 2010 pada laki-laki belum menikah terjadi peningkatan pengetahuan yang cukup besar yaitu menjadi 20,3 persen dan pada perempuan belum menikah menjadi 19,8 persen (Data sementara Riskesdas, 2010). Tetap, angka itu belum cukup untuk mencapai target pada tahun 2015. Kasus AIDS sampai dengan Desember 2009 menunjukkan bahwa infeksi HIV/AIDS sebagian besar ditemukan pada kelompok heteroseksual (50,3 persen), pada kelompok homoseksual (3,3 persen), penularan dari ibu ke anak menyebabkan 2,6 persen kasus pada perinatal, dan infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi darah sekitar 0,1 persen. Jika dilihat berdasarkan penularan kasus AIDS, sebagian besar (91 persen) kasus AIDS diderita oleh kelompok usia 15-49 tahun (Kemkes, 2009). Penularan HIV di Indonesia cenderung akan meningkat dalam lima tahun mendatang dengan semakin banyaknya orang yang melakukan hubungan seks tanpa pelindung dan meningkatnya penyebaran HIV melalui pemakaian narkoba dengan jarum suntik. Dibutuhkan usaha ekstra untuk membina kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini. Pada poin 6B (mewujudkan akses pengobatan HIV/AIDS untuk semua yang membutuhkan hingga tahun 2010) menunjukan pencapaian yang memuaskan. Pada tahun 2009 telah tersedia 180 unit fasilitas kesehatan yang menyediakan ART. Cakupan intervensi ART meningkat dari 24,8 persen pada tahun 2006 menjadi 38,4 persen2 pada tahun 2009. Tanpa pencegahan yang efektif, kebutuhan akan ART pada kelompok usia 15-49 tahun diproyeksikan meningkat tiga kali lipat dari 30.100 pada tahun 2008 menjadi 86.800 pada tahun 2014 (SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014). Berbagai evaluasi menjadi catatan khusus dalam masalah ini. Stigma masyarakat kepada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) menjadi salah satu faktor terhambatnya pencapaian target. Keterbatasan alokasi anggaran untuk pengendalian HIV/AIDS memicu berbagai permasalahan lainnya. Akses pelayanan kesehatan HIV/AIDS menjadi terbatas. Fasilitas dan tenaga medis juga menjadi terbatas sehingga memperparah keadaan.

Berbeda sangat kontras dengan poin 6A, target pada poin 6C (mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit menular lainnya (Tuberculosis) hingga tahun 2015) menunjukkan hasil yang baik. Angka kesakitan malaria selama tahun 2000-2009 cenderung menurun yaitu dari 3,62 pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009.  Annual Parasites Insidence (API) malaria secara nasional berdasarkan hasil pemeriksaan darah sebesar 2,89 persen (Riskesdas, 2007). Angka ini menurun menjadi 2,4 persen pada tahun 2010 (Data sementara Riskesdas, 2010).  Tetapi angka API tersebut masih berbeda-beda di beberapa wilayah. Contohnya, di Bali angka API hanya berkisar antara 0,3 persen sedangkan di Papua dapat mencapai 31,4 persen. Pemerataan pembangunan dan sosialisasi program masih sangat dibutuhkan untuk kasus ini. Resistensi vektor Malaria yang pada umumnya plasmodium vivax menjadi tantangan tersendiri untuk masalah ini. Tetapi perlu diketahui juga bahwa kesadaran masyarakat terhadap penggunaan kelambu di daerah endemik telah sangat membantu. Penyediaan pengobatan malaria yang semakin meningkat juga mendukung pencapaian target ini. Terlepas dari berbagai prestasi tersebut masih ada beberapa evaluasi yang harus diperhatikan. Pencegahan penularan dan manajemen kasus malaria masih terbatas terutama di daerah-daerah pelosok. Keterbatasan dana juga menambah permasalahan ini.

Pengendalian penyakit TB (poin 6C) semakin membaik. Angka penemuan kasus Case Detection  Rate (CDR) meningkat dari 54,0 persen tahun 2004 menjadi 73,1 persen pada tahun 2009. Demikianpula angka keberhasilan pengobatan Succes Rate (SR) pada tahun yang sama meningkat dari89,5 persen menjadi 91 persen. Kedua sasaran ini telah melampaui target MDGs (masing masing70 dan 85 persen). Indonesia adalah negara pertama yang memiliki beban TB tinggi diwilayah WHO Asia Tenggara yang mencapai target global untuk pendeteksian kasus (70 persen)dan keberhasilan pengobatan (85 persen). Pada tahun 2010 pemanfaatan obat anti TB/OATpada Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) mencapai sebesar 83,2 persen (Datasementara Riskesdas,2010).Dalam upaya peningkatan efektivitas pengendalian TB, Indonesia telah melakukan upayapenguatan DOTS sebagai kebijakan nasional. Kunci utama dalam strategi DOTS yaitu: komitmen,diagnosa yang benar dan baik, ketersediaan dan lancarnya distribusi obat, pengawasanpenderita menelan obat, pencatatan dan pelaporan penderita dengan sistem kohort. Masih rendahnya kesadaran masyarakat lagi-lagi mengakibatkan tingginya resiko penularan Tuberculosis. Ketersediaan pelayanan kesehatan untuk TB tidak sebanding dengan penemuan kasus TB pada komunitas. Dan seperti pada permasalahan lainnya, keterbatasan dana menyebabkan hambatan dalam penanganan dan penyediaan fasilitas untuk permasalahan TB.

Sebagai calon dokter masa depan dan anggota CIMSA seharusnya data-data diatas sangat berarti. Apalagi CIMSA telah mempunyai policy statement (polstat) yang menyatakan fokus kerja pada MDGs 4, 5, dan 6. Idealnya polstat itu menjadi acuan projek-projek kita dari tahun 2011 hingga 2014. Untuk mengingatkan saja, ketika NLS Aceh 2011 telah terbentuk suatu polstat (seperti nota kesepahaman *red) yang menyatakan bahwa CIMSA akan mendukung pencapaian MDGs khususnya pada poin 4, 5, dan 6. Polstat ini diresmikan pada 5 Februari 2011 dan berlaku hingga 2014. Pada polstat tersebut kita menitikberatkan pada pengembangan kesadaran masyarakat sesuai dengan permasalahan yang sering ditemukan di komunitas. Sebagai salah satu NGO di Indonesia kita mempunyai tempat yang strategis untuk membantu pencapaian MDGs ini. Beranggotakan para mahasiswa pendidikan dokter yang masih mempunyai semangat tinggi terhadap suatu perbaikan harusnya menjadi modal yang sangat besar untuk organisasi ini. Berbekal dengan 17 lokal aktif CIMSA untuk mengadakan suatu project pasti akan memberi sumbangsih tersendiri untuk status MDGs Indonesia. Beberapa contoh project yang menyentuh MDGs 6 adalah Malaria and Dengue Campaign UNAND (Nominasi Indonesian MDGs Awards), International Tropical Medicine Summer School 8th (UMY), SCORA goes to School, World AIDS Day, dan masih banyak project yang lain.

Masih banyak PR untuk dibenahi. Masih banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai agen perubahan  sekaligus calon dokter masa depan. Kita masih mempunyai waktu hingga tahun 2015 untuk mecapai masyarakat sehat dan makmur sesuai dengan target MDGs.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline