Lihat ke Halaman Asli

Dalam pergimu masih ada rindu di hati

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ini hari kesepuluh kau meninggalkan aku dengan alasan yang samar. Berawal dari sikap ganjilmu yang kuabaikan, perubahan demi perubahan tutur kata yang kau ciptakan, aku hanya menganggap sebagai angin lalu dalam perjalanan cintaku untuk pulang kepadamu.

Lebih terasa saat perjalanan pulang ketanah kelahiran, ke kota yang kutinggalkan tujuh tahun yang lalu, ke lingkungan kita saat kanak-kanak dulu. Kau tau? Dalam perjalanan itu banyak senyum yang tidak sempat aku abadikan, alasannya satu karena aku ingin sekali bertemu denganmu.

Hanya sehari, baru sehari kakiku menginjakan kaki di sini. Kau menyambutku dengan sebuah alasan, tidak bisa menjemput ke bandara, sedang sibuk dengan pekerjaanmu dan bla….bla…bla…

Hei, tenang…aku masih bisa menerima. Karena jika kau tidak bisa, aku yang akan datang padamu dengan senyuman kepulangan.

Empat  hari menjelang ulang tahunmu, kita masih belum bisa bertemu. Aku kembali mengabaikan pikiran-pikiran negativku. Mengisi hati hanya dengan senyumanmu saat menerima kado yang kubawakan jauh-jauh untukmu. Semua telah kupersiapkan, tempat yang ku tau kau menyukainya, alam yang terbuka dengan langit sebagai atapnya. Kado ulang tahun, dan kue ulang tahun tentu saja. Berukir namamu sebagai “kesayangan-ku”. Aku menunggu, cukup lama, ralat sangat lama menunggu kabarmu. Aku mulai resah dengan pikiran buruk ku. Mencoba mengirimimu pesan “apakah kita bisa bertemu hari ini?”. Cukup lama aku menunggu, lampu merah ujung kanan atas Blackberry ku berkedip beberapa menit setelah cukup lama menunggu. Aku kecewa, kau membatalkan pertemuan. Aku mencoba tersenyum, menahan perihnya kecewa tapi mecoba mengerti kodisimu. Aku hanya bisa membalas pesanmu “tidak apa-apa, aku mengerti, aku hanya bisa merencanakan, tapi Tuhan yang menentukan”. Pesan ku terkirim dan kau sudah jelas membacanya, aku kembali menunggu balasanmu, tapi harus kecewa lagi karena disana kau seperti mengabaikannya.

Kue ulang tahun hanya bisa kupandangi. Aku mulai menyuapi mulutku dengan kue manis yang sudah kupesan beberapa hari lalu itu. Saat suapan pertama, tenggorokanku tercekat, tiba-tiba merasa sakit, kue yang sangat manis terasa sangat pahit. Aku tersadar air mata yang mengalir dan kecewa yang sangat yang merubah rasa kue ini begitu pahit saat menyentuh lidahku. Aku membuangnya, berharap hilang juga kecewaku saat itu juga.

Kemudian, empat hari dari ulang tahunmu. Tiba-tiba kau mengirimkan pesan. “Lebih baik kita berteman”. Entah apa yang harusnya aku gambarkan saat itu. Aku hanya mengamati baik-baik pesanmu, membaca berulang kali berharap ada yang salah dengan pesan itu. Aku kembali berfikir positif, mungkin ini hal yang kau inginkan setelah berusaha dan berjuang untuk mempertahankanmu. Ini hal terakhir yang kulakukan untuk membuatmu bahagia yaitu dengan cara melepaskanmu. Bebas yang saat ini buatmu bahagia.

Ini hari kesepuluh kau meninggalkan aku dengan alasan yang samar. Aku menyerah tidak ada yang menjadi baik setelah kepergianmu, yang ada hanya semakin menjauhkan aku. Kita menjadi dua orang yang tidak pernah saling mengenal, yang tidak pernah saling menyayang sebelumnya. Asalkan kau tau, masih ada rindu setelah pergiku untukmu. Aku masih meyayangimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline