Lihat ke Halaman Asli

Cika Aprilia

Mahasiswa Antropologi Sosial, Universitas Diponegoro

Paradigma Pembangunan di Indonesia : Milik Oligarki vs Rakyat ?

Diperbarui: 13 Februari 2022   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : instagram/bhck._

Akhir-akhir ini konflik masyarakat adat atau desa dengan pembangunan di tanah mereka seringkali saya jumpai dalam media massa. Konflik yang hampir sama dan berulang, mari kita refleksi konflik hutan adat desa Kinipan hingga baru-baru ini terjadi di desa Wadas ditandai tindakan represif aparat . Paradigma pembangunan apa yang sebenarnya sering dipakai di Indonesia sebagai bentuk kemajuan , sebenarnya? 

  Pertama sekali, seharusnya jadi refleksi bagi pelaku pembangunan adalah seluruh aspek terkait misalnya aspek infrastuktur, aspek budaya, aspek sosial dan aspek lainnya yang saling keterkaitan. Kita tidak hanya dihadapkan dengan hasil yang seringkali utopis. Seandainya, benar bahwa kita dihadapkan dengan paradigma pembangunan yang melakukan inovasi untuk menyejahterahkan rakyatnya. Tentu apapun kebijakan demi kemaslahatan bersama, penuh dengan kajian dan sosialisasi yang memadai. Penolakan yang berlangsung perlu adanya pertimbangan yang tepat . Persis bersinggungan dengan jargon negara " dari rakyat dan untuk rakyat", tanpa disadari  mengurangi segala aspek dalam paradigma tersebut yaitu aspek budaya dan sosial. Dengan iming-iming profit dan akan menyejahterahkan rakyat justru akan berbanding sebaliknya yaitu memarjinalkan masyarakat.  

  Kita lihat saja dalam tindakan represif hingga penangkapan warga Wadas tanpa bukti bersalah. Bukan tidak lain mereka yang menolak juga memiliki pertimbangan secara komprehensif . Sebut saja pertimbangan historis desa Wadas sendiri, aspek ini sering sekali dilupakan hingga tidak turut dalam timbangan kebijakan yang ada. Karena, pola paradigma yang berfikir hidup dalam modernisasi jauh lebih menyenangkan. Pemerintah perlu juga melihat realitas bahwa tidak semua masyarakat kehilangan idealismenya untuk merasakan nikmatnya hidup lebih sederhana. 

  Konflik seperti ini tidak terjadi hanya dalam lingkup desa Wadas saja, menolak lupa dengan penangkapan Effendi Buhing seorang tokoh adat yang mempertahankan hutan adat mereka. Bagi mereka sendiri, hutan adat adalah apotek bagi sumber kehidupan mereka. Jauh sebelum negara hadir tentu masyarakat adat sudah lebih dahulu mengelola. Kriminalisasi terhadap masyarakat adat Kinipan juga adalah representasi bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah seringkali menghilangkan sisi humanis.

   Bayangkan saja, jika benar-benar pembangunan yang diadakan adalah untuk rakyat. Mengapa seringkali bertindak dengan unsur paksaan dan berujung kriminalisasi. Bahkan tak jarang kasus disoroti setelah menjadi buah bibir dalam medis sosial seakan-akan " No viral ! No Justice!" adalah label yang cocok sepertinya untuk hukum kita saat ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline