Lihat ke Halaman Asli

Cika

...

Ibu Bohong

Diperbarui: 1 September 2020   18:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image by pixabay.com

Ibu di mana? Aku rindu. Hari ini tak mengenakkan, aku mau nangis di bahu ibu.

Ibu bohong, katanya jika ibu pergi dan tak pulang-pulang tandanya aku sudah bisa ibu tinggal sendiri. Mana buktinya, Bu?

Menyeka air mata sendiri, pejamkan lalu buka, pejamkan lagi lalu buka kembali. Ibu tetap belum pulang.

Kuambil es batu, kutaruh dalam kaleng bekas wafer yang sudah kubersihkan. Kubawa ke kamar, kuluruskan kakiku, mengambil posisi enak lantas pelan-pelan kutekan-tekan mataku.

Kamar ini adalah saksi bisu kala aku bermanjaan dengan Ibu.

Hari ke-225 Ibu pergi tanpa pamit. Marah aku pada Ibu. Penyesalanku tak berujung, rasanya aku menjadi satu-satunya anak paling durhaka, yang melepaskan Ibu tanpa alunan ayat suci Al'Quran, tanpa senyum dan bekal untuk Ibu.

"Dru, di manapun kamu berada, mukena jangan sampai ketinggalan, ngaji walau seayat jangan sampai kamu lupa. Nanti kalau Ibu tua, bekali ibu setiap ayat ya Dru biar tenang istirahatnya Ibu."

"Kan Ibu bisa ngaji sendiri. Kenapa harus Dru, Bu?"

"Ah kamu, Ibu tidak pernah keberatan bacakan dongeng hingga kau asik dengan novel danh andphone-mu. Masa kamu keberatan dengan permintaan ibu."

"Baik, Bu, aku bacakan untuk ibu setiap hari ya"

Tubuhku semakin hari semakin memburuk keadaannya, tiba-tiba demam lalu tiba-tiba sangat dingin. Sekali waktu bisa sampai 39 derajat lalu tiba-tiba menurun sampai 35 derajat. Lalu kepala yang tak tahan sakitnya jika sudah pusing melanda. Aku hanya bisa menangis agar kejadian terburuk tidak terjadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline