"Tolong ambil sirihnya mbah, dekat lemari makan!"
"Kapurnya engga mbah?."
Aku harus pastikan karena biasanya setelah duduk pasti ada permintaan yang lain. Jalan perlahan, perlahan-lahan dan sengaja dibuat lambat.
"Ndooooo, kopinya sekalian ya. Tadi ibumu sudah buatkan. Cepat bawa keburu dingin ndak enak nanti."
Benar saja,sudah hapal betul kebiasaan si mbah ini.
Kuperhatikan si Mbah, giginya sudah mulai merah.
"Hangat, enak sekali di mulut mbahmu ini. Cuaca adem terus ya Ndo, kasihan ibumu jemurannya lama kering."
"Nanti juga kering mbah."
"Lo bukan, nanti jemurannya jamuran kalau tidak ada mataharinya Ndo."
Duh, si Mbah kaya drakula, nyirih sambil ngomong, kan merahnya jadi ke bibir, terus luruh ke bawah, berasa mau gigitin aku jadinya.
"Ada apa itu di rumah Pa RT, ribut bener. Mbah jadi rusak konsentrasinya."
"Gaya nya si Mbah, konsentrasi apa si Mbah?"