Di satu pagi yang tak terlalu cerah aku dikagetkan dengan kehadiran Nyai, menangis tersedu tanpa diketahui pangkalnya. Aku yang saat itu sedang siap-siap untuk tidak melakukan aktivitas apapun jadi harus punya aktivitas lagi sepertinya.
Yaaa, mau nyantay juga harus siap-siap kan ya?
Mata sembab disertai kantung mata yang tak enak dilihat menandakan ada yang tidak beres dengan Nyai. Kejadian 20 tahun lalu ini tak lekang oleh waktu, tak mudah hilang dari ingatan. Kejadian luar biasa yang dialami Nyai tidak lantas membuat Nyai bungkam, Nyai bangkit bahkan pada titik tak terduga, Nyai mampu menjadi manusia baru. Saat itu Nyai berkata, kelak saat aku mendapatkan durja, semata-mata hutangku pada Tuhan belum lunas.
Aku minta Nyai menghela nafas yang panjang, tahan hembuskan dengan segenap ragamu!
Nyai lakukan berulang kali, ia seka sisa air matanya, ia rapikan rambutnya dan meminta ijin untuk bersihkan badannya.
"Silahkan Nyai!"
Dengan langkah setengah tegap Nyai melangkah, aku perhatikan baik-baik. Sebetulnya aku iri dengan Nyai, Ia adalah wanita baik- baik yang takut akan Tuhan, punya teman banyak, bahkan setiap orang yang pertama kali bertemu dengan Nyai pasti suka pada pandangan pertama, padahal fisik Nyai biasa saja, hanya memang orang selalu betah berlama-lama kali ngobrol dengan Nyai.
Tapi hari ini aku melihat Nyai berbeda. Langkah yang gontai sangat tidak sesuai dengan Nyai yang kukenal. Senyum yang selalu menghias wajah manis dan lesung pipi nya hilang dalam sekejap berganti dengan wajah sendu yang terpuruk.
"Aku lupa caranya takut terhadap Tuhan"
Tiba-tiba Nyai datang dengan rambut yang masih tergerai basah, masih terlihat wajah manisnya dibalik sisiran jari pada poni depannya.
"Kenapa kau bisa lupa, bukankah kau sangat memahami arti kebesaran Tuhan, kenapa kau tak sempat memohon padaNya untuk melindungimu?"