Malam datang tak bertuan, menyentuh untuk memberiku tanda agar dapat menemani perjalanan pulangku kali ini. Aku ijinkan dia, agar aku tak sendiri saat menerobos keloknya jalan tak berbentuk.
Hilangnya temaram lampu tak menyurutkan langkahku untuk terus berjalan, karena aku dapat pastikan, malam datang disertai bulan yang muncul malu-malu. Kutengokan kepala sebentar untuk melempar senyum, sambil kucari bintang keberuntunganku yang biasanya ikut menyapa.
Ternyata bintang keberuntunganku tak ikut menyapa, entah dimana dan sedang menemani siapa, aku tak tahu,
Kuseret langkahku perlahan, sengaja aku seret agar aku lama sampai di peraduanku. Bisikan angin di telingaku semakin menyempurnakan malam ini, sungguh aku tak butuh manusia lain.
Keangkuhanku kali ini bukan tak beralasan.
Semua jendela sudah aku buka, agar angin membawa jauh wangi tak sedap dari hatiku. Biarlah manusia lain mendengarnya, aku tak perlu memastikan. Tapi tidak dengan jendela terakhirku, aku tak akan pernah membukanya, jangankan manusia, angin saja tak aku ijinkan membawa pergi.
Nada es perfecto, tak ada yang sempurna. Bukan aku mencari pembenaran, tapi anggaplah ini bentuk kecacatanku.
Bukankah selama ini aku selalu berbuat baik sama siapapun, bahkan aku tak pernah rela bila aku menemukan seorang manusia, siapapun itu untuk bersedih. Aku sadar betul saat tanganku tak mampu menjangkau, dengan doa terbaik aku yakin dengan janji Tuhan bahwa aku akan mampu untuk menyingkirkan kesedihan manusia lainnya walaupun setitik.
Aku tak menagih janji Tuhan, aku hanya sedang terbuai dengan sedikit cela yang sedang aku buat. Ketidaksempurnaan yang aku buat sendiri , sehingga dindingpun ikut mengerlingkan matanya.
Kerlingan nakal yang dikirimkannya kadang membuatku begitu tegar, karena dia selalu ada saat aku mencoba memejamkan mata sesaat hanya sekedar untuk menggunakan mesin waktu mencoba menepis apapun yang tak kuharapkan.
Tak terasa langkahku akan terhenti, aku masih enggan untuk menepi. Kutarik punggungku untuk bersandar sebentar. Sungguh hanya alam yang aku harapkan ada saat ini. Angin yang tak bersahabat menjatuhkan dedaunan tepat di kepalaku, aku ambil satu-persatu, aku hitung dan aku tandai.