Lihat ke Halaman Asli

Citra Permatasari

ikuti kata hatimu tapi gunakan juga otakmu

Mispersepsi Mengenai HAM dan Media Sosial

Diperbarui: 17 September 2018   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti yang kita ketahui pada umumnya sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa) seorang filsuf Inggris pada abad ke-17 bernama John Locke merumuskan hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. 

Di Indonesia Pemikiran modern tentang HAM baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia pertama yang mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng Kartini. 

Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan. RA Kartini dianggap sebagai pahlawan yang berani memperjuangkan hak-hak perempuan yang pada saat itu masih dipandang sebelah mata, meskipun beliau ini seorang bangsawan namun beliau tetap gigih berjuang untuk para kaum perempuan.

Di zaman orde baru Negara Indonesia memiliki Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993, namun komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi politik saat itu. 

Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi berbagai pelanggaran HAM berat di banyak lokasi yang belum pernah terekspose sampai sekarang. Hal inilah yang mendorong munculnya gerakan reformasi bukan hanya di ibu kota Jakarta saja tetapi juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, dilakukan untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.

HAM merupakan satu bentuk penghormatan kemuliaan manusia (human dignity), yang kemudian muncul nilai kesetaraan dan kebebasan. Setara karena tidak ada satu kelompok manusia yang lebih mulia dari kelompok lain, semua sama rata. 

Kebebasan, tidak adanya pemaksaan kehendak satu kelompok terhadap kelompok lain tanpa alasan yang sah pada dasarnya saling menghargai kemuliaan manusia. 

Prof. Bielefeldt menegaskan bahwa HAM di zaman modern memerlukan pemahaman yang lebih luas karena problem keragaman manusia makin kompleks akibat urbanisasi, globalisasi, dan hal-hal lain yang membuat kerjasama antarkelompok dengan latar kebudayaan yang berbeda makin massiv.

Dalam BAB XV UUD 1945 pasal 35 sampai 36B menyebutkan bahwa bendera negara Indonesia ialah Sang Merah Putih, bahasa negara ialah Bahasa Indonesia, lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dan lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya. 

Simbol negara itu diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaaan. 

Di dalam pertimbangan UU Nomor 24 Tahun 2009 dinyatakan bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline