Di sebuah desa kecil yang indah, hiduplah seorang gadis kecil yang ceria dan ramah bernama Sakinah. Dia ditinggalkan oleh ayahnya ketika masih berusia 6 tahun, sebuah kenangan yang selalu membekas di hatinya.
Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Tanpa disadari, Sakinah telah tumbuh menjadi seorang remaja yang penuh semangat dan berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya di pesantren. Dia berharap bisa memperdalam ilmu agamanya dan berdoa untuk kedua orang tuanya.
"Saya sudah remaja dan lulus SD, Bu," kata Sakinah dengan penuh semangat kepada ibunya. "Saya ingin melanjutkan sekolah di pesantren, belajar ilmu agama lebih dalam lagi, agar saya bisa mendoakan ibu dan ayah."
Namun, ibunya merasa berat. "Sakinah, bukan ibu tidak mendukung keinginanmu. Tapi, kamu tahu kondisi kita. Hanya ibu dan abangmu yang bekerja. Kita tidak mampu untuk biaya pesantren," jawab ibunya dengan nada sedih.
Mendengar hal itu, Sakinah merasa sedih dan menangis. Dia mengurung diri di kamarnya, merenung dan akhirnya tertidur lelap.
Ketika bangun, Sakinah merasa lebih tenang. Dia mendekati ibunya dan berkata, "Bu, di mana pun saya sekolah, yang penting adalah ilmu yang saya dapatkan. Jika ibu tidak mampu menyekolahkan saya ke pesantren, saya akan sekolah di SMP umum yang dekat dari sini saja."
Akhirnya, Sakinah pun bersekolah di SMP terdekat, mengorbankan keinginannya untuk bersekolah di pesantren. Meski begitu, dia tetap bersemangat dan berdedikasi dalam menuntut ilmu, menunjukkan bahwa keinginan untuk belajar bisa diwujudkan di mana pun dan kapan pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H