Lihat ke Halaman Asli

Soal Jadi Apoteker

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jakarta, 3 November 2014

Hari Minggu kemarin, saya iseng buka-buka akun Facebook saya, dan di laman beranda, saya melihat teman saya yang mem-posting sebuah link. Ditulis oleh seorang kompasianer yang juga seorang Apoteker, Meita Eryanti. Judulnya:

"Surat Terbuka untuk Ibu Nila Moeloek, Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2014-2019"

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2014/11/02/surat-terbuka-untuk-ibu-nila-moeloek-menteri-kesehatan-republik-indonesia-periode-2014-2019-684241.html

Saya baca isinya, dan... Saya terharu... Saya tertampar... Penulis ini luar biasa, dia berhasil merangkum semua kegundahan para apoteker di tengah kebimbangan status; Siapa Apoteker itu? Siapa Kami?


Menjadi Apoteker bukan perkara mudah. Pelajarannya sungguh, bikin meleleh otak. Tak jarang mahasiswa mengundurkan diri di tengah perjalanan perkuliahan, karena tidak sanggup. Bukan masalah biaya, beberapa teman saya mundur (sungguh-sungguh mengundurkan diri dari Fakultas Farmasi) karena tidak sanggup menerima pelajarannya. Menjadi Apoteker pun kadang bukanlah pilihan pertama, seperti (sebut saja) dokter. Tanyalah mereka yang kuliah Farmasi, atau yang sudah jadi Apoteker sekarang, tanyalah saya. Mengapa kami memilih profesi Apoteker?

Berikut beberapa alternatif jawaban yang akan Anda terima:

1. Tidak lulus ujian masuk Fakultas Kedokteran

2. Suka Kimia

3. Suka nge-lab

4. Nerusin usaha apotek keluarga

5. Ikut kakak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline