Lihat ke Halaman Asli

Sri Budiarti

Sesekali saya suka menulis meski dengan kemampuan yang terbatas.

Jelang Lebaran dengan Kembang Api dan Petasan

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_250436" align="alignleft" width="316" caption="http://www.google.co.id/imgres"][/caption]

Lebaran dan kembang api? Petasan? Apa hubungannya? Loh kok kembang api dan petasan? Ketupat kek..bedhug kek..atau angpao gitu, masak petasan? Bukankah petasan sudah dilarang? Baik penjual maupun pembeli jika ketahuan akan dikenai sanksi mulai dari teguran sampai masuk kurungan. Kok malah beli kembang api dan petasan? Kalau kembang api masih bisa ditoleransi karena tidak membahayakan. Benarkah? Rasanya semau berdalih menjual kembang api nyatanya kembang apinya mengeluarkan suara petasan, menggema dimana-mana tak kenal waktu,pagi buta, siang , sore, apalagi malam selepas sholat tarawih benar-benarmenjengkelkan.

Tulisan ini terinsipiasi ketika malam kemarin tiba-tiba kampung kami kedatangan aparat polisi, memberi teguran keras kepada beberapa pemuda kampung yang selama ini seenak udelnya menyalakan petasan, padahal saat itu di kampung ada yang sedang kesusahan/meninggal dunia. Namun sepertinya larangan ini dianggap angin lalu, esoknya mereka kumat lagi menyalakan kembang api yang tetap saja mengeluarkan suara dor-dor-dor.

Mulai dari awal puasa ramadhan sampai lebaran kurang dari seminggu ini nuansa kembang api dan petasan semakin semarak saja. Mengapa demikian?

Mungkin beberapa fakta berikut dapat menjawab pertanyaan di atas :

1.Produsen Kembang Api dan Petasan

Jika kita telusuri dari mana asal kembang api dan petasan diproduksi, anda akan kesulitan mencarinya karena memang usaha yang dilakukan secara home industry ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari aparat. Tetapi mengapa kembang api dan petasan masih banyak dijual bebas dan amat mudah mendapatkannya, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Terutama selama Bulan Ramadhan, Lebaran, Natal dan Tahun Baru.

Tidak lain karena usaha yang satu ini mendatangkan keuntungan yang menggiurkan, baik di pihak produsen, agen, maupun pengecernya. Jika anda mau tahu dimana kembang api dan petasan ini dibuat sebaiknya anda blusukan di daerah Pasuruan. Konon beberapa teman penulis mempunyai usaha seperti ini dan mereka sangat sukses. Dengan modal yang tidak terlalu besarkeuntungan yang diraup, wow…menggiurkan. Saking menggiurkannya sampai-sampai mereka mengindahkan nyawa atau kehilangansebagian anggota tubuhnya akibat kecelakaan dari ledakan yang ditimbulkannya. Justru saat inilah permintaan pasar meningkat .

2.Pengamanan yang Kurang Konsekuen

Suatu malam penah penulis menjumpai aparat melakukan operasi pasarmerazia penjual kembang api dan petasan di pinggir jalan.Beberapa mobil polisi mendatangi satu demi satu kios-kios penjual. Tapi mereka tidak mendapatkan petasan satupun. Setelah operasi selesai dan mobil patrol menghilang…bim salabim jadi apa prok-prok…nah para penjual curang tadi mulai mengeluarkan lagi barang dagangannya (dan itu…petasan) yang mereka sembunyikan di berbagai tempat, ada yang dititipkan ke warung di sebelahnya, ada yang disembunyikan di bawah gerobak, ada yang dititipkan di toko-toko di belakangnya…waduh-waduh saya jadi melongo…oh begitu rupaya jurus aman mereka. Saya jadi bertanya-tanya sendiri ini yang pinter siapa ya? Polisinya apa malingnya?Atau keduanya sama-sama pinter? Operasi bocor, pedagangmain-main, atau mereka hanya main kucing-kucingan?

Saya lantas mengutuk otak bodoh saya, walah nduk…jika kita mau semua bisa diatur, dan sebaliknya jika kita mau menjadi baik , lingkungan aman terkendali, semua juga bisa diatur dan dilakukan dengan ketat, pasti mereka para pedagang itu takut dan tidak berkutik. Entahlah.

3.Tradisi yang Sudah Membudaya

Semua yang terkait masalah di atas tak lepas dari budaya negatif yang kita ciptakan sendiri. Jika untuk memeriahkan even-even berskala besaryang diselenggarakan oleh organisasi atau instansi tertentu pesta kembang api memang membuat suasana menjadi meriah, malam tahun baru misalnya. Namun menyalakan kembang api dan petasan di kampung untuk mengisi waktu selama ramadhan ini, mengapa mau merelakan uang sedemikian besar hanya untuk dibakar? Mungkin untuk sebagian orang menyalakan kembang api dan petasan merupakan suatu kepuasan tersendiri untuk bersenang-senang, menunjukkan gengsi atau keren-kerenan. Tapi bagi orang lagi uang yang dikeluarkan untuk membeli kembang api dan petasan (tidak murah loh? Malah ada kembang api petasan yang harganya sampai ratusan ribu) cukup besar dan sayang jika dibuang begitu saja. Ada baiknya budaya yang sudah tidak relevan lagi seperti ini kita hilangkan saja. Pemborosan! Bahaya! Dan mengganggu kenyamanan orang lain! Ada bentuk syukur dari suka cita yang lebih positif dan santun yang tak kalah nilainya dari sekedar menyalakan kembang api dan petasan untuk moment-moment indahseperti saat ini, mengeluarkan harta kita untuk berbagi pada sesama kita yang masih kekurangan, zakat dan sodaqoh misalnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline