Lihat ke Halaman Asli

Pentingnya Perlindungan Anak Sebagai Hak Asasi Manusia

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang menegakkan HAM bagi setiap warganya. Hak Asasi Manusia sendiri merupakan hak dasar yang dibawa sejak lahir yang berlaku universal pada semua manusia. Yang dimaksud dengan HAM sesuai dengan  UU RI No 39 Tahun 1999 pasal 1 yaitu “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

Banyak sekali pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 serta jaminannya, meski begitu masih saja banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Saya mengambil contoh salah satunya yaitu pelanggaran hak asasi perlindungan anak. Padahal hak asasi perlindungan anak jelas sudah diatur dalam:

-Undang Undang No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak

-Undang Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

-Undang Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak

-Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tentang ratifikasi konversi hak anak

Contoh pelanggaran HAM pada anak-anak dapat terjadi saat hak anak di abaikan. Anak merupakan masa depan bangsa, jadi tidak ada pengecualian, hak asasi manusia untuk anak perlu di perhatikan. Contoh-contoh pelanggaran hak asasi manusia pada anak seperti pembuangan bayi, penelantaran anak, gizi buruk hingga penularan HIV/Aids. Komnas PA menerima pengaduan kasus penelantaran sekitar 5,4 juta anak, dan pembuangan bayi sebanyak 886 bayi. Tempat pembuangan bayi juga beragam, mulai dari halaman rumah warga, sungai, rumah ibadah, terminal, stasiun kereta api, hingga selokan dan tempat sampah. Contoh lainnya yaitu gizi buruk (marasmus kwasiokor) yang berdasarkan dari UNICEF, badan PBB untuk perlindungan anak, jumlahnya mencapai 10 juta jiwa di Indonesia.

Kasus lainnya misalnya pernikahan dini, minimnya pendidikan, perdagangan anak, penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur. Pernikahan dini banyak terjadi di pedesaan, 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai 16 tahun. Kasus paling nyata dan paling segar adalah pernikahan yang dilakukan oleh Kyai Pujiono Cahyo Widianto atau dikenal dengan Syekh Puji dengan Lutfiana Ulfa (12 tahun). Di dalam pernikahan itu seharusnya melanggar Undang Undang perkawinan dan Undang Undang perlindungan anak.

Menurut saya, sangat disayangkan jika anak diperlakukan seperti itu. Anak mempunyai peran yang cukup penting dalam proses pembangunan. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita – cita perjuangan yang dasar – dasarnya telah di letakkan oleh generasi sebelumnya.Hal ini bertujuan agar setiap anak kelak mampu memiliki tanggung jawab penuh, baik secara individual maupun universal.Oleh sebab itu anak membutuhkan perlindungan dan hukum terhdap berbagai hak – hak anak.

Dengan lahirnya UU Perlindungan Anak, diharapkan anak-anak Indonesia bisa menikmati hak mereka sebagai seorang anak. Atau bahkan mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang berkualitas dan diharapkan bisa menjadi tulang punggung bangsa yang akan menjalankan pembangunan.

Solusi dari pelanggaran HAM dalam bentuk ini juga bisa melalui Komisi Nasional Perlindungan Anak. Tugas KNPA yaitu:

-melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak

- mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

-memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. Misalnya untuk tugas memberikan masukan kepada Presiden/pemerintah KPAI meminta pemerintah segera membuat undang–undang larangan merokok bagi anak atau setidak-tidaknya memasukan pasal larangan merokok bagi anak dalam UU.

Solusi lainnya yaitu, jika dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat yang baik, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline