Lihat ke Halaman Asli

Rama Nuansa

Jurnalis

HAM, Hak Aniaya Manusia

Diperbarui: 25 Januari 2020   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

  16/01/2020 jaksa agung ST Burhanuddin menetapkan kasus Semanggi 1 dan kasus Semanggi 2 tidak lah berat. Namun hal ini menuai kontroversi bagi kaum elit politik. Yang sengaja menuaikan penyelesaian kasus untuk merendamkan penyakit dari keluarga korban. Untuk menuntaskan kasus tersebut, namun sangat  mengecewakan karena dalam bentuk kejahatan HAM merupakan kejahatan yang terbesar. Ada beberapa pasal dalam tragedi Semanggi 1 dan Semanggi 2 tersebut yang pasal 7 dan pasal 4 dalam UU no. 26 tahun 2000 mengenai kasus HAM tersebut.

Pasal 7 yang mengenai kejahatan genosida. kejahatan dari genosida ialah kasus untuk pemusnahan suatu ras, Suku, kaum, maupun golongan melebihi dari satu orang. Pada tragedi Semanggi 1 yang memakan banyak sekali korban bagi para mahasiswa. Dari Wikipedia

"Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul"

Tentulah ini sedikit memuat pertanyaan bagi para aktivis pada tahun 98 yang menyatakan bahwa ada hal yang sedikit di tutupi. Sehingga kasus pelanggaran HAM tersebut dikatakan tidak lah berat. Atau kah takut mengungkapkan siapa dalang di balik kerusuhan kasus tragedi tersebut. Sehingga dikatakan jaksa agung pada tanggal 16/01/2020 mengatakan tragedi Semanggi 1 dan 2 tidak lah berat. Ini akan menjadi suatu tanda tanya besar bagi kasus HAM ini. Karena ham ialah hak asasi manusia yang tidak bisa di cabut , dan ambil seenaknya, di paksakan untuk di rampas hak nya. Negara ini semakin hari semakin lucu dalam hal mengkritisi kepemerintahan (penguasa dari negara).

Bagaimana tidak kasus yang terjadi pada gejolak aksi 98 mengkritisi kasus MPR dan tatanan dari suatu negara sampai merenggut beberapa nyawa manusia butuh tempo waktu lama. Itu pun masih dianggap kontroversial bagi dari aktivis 98 yang merasakan aksi tersebut. Kenapa hal ini harus di tutupi bukan kah suatu sejarah kata bung Karno kita harus mempelajari sampai mengatakan "jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah". Apakah layak sejarah Indonesia yang kelam di tutupi?, Bukankah dengan masa lalu kita dapat memperbaikinya keesokan era nya agar tak terulang lagi. Kapan negara ini akan dewasa jikalau tak mempelajari masalah lalu.

Negara ini terlalu takut untuk mengatakan itu sebuah kesalahan. Jikalau memang hal tersebut terjadi bukan kah dengan mempelajari nya kita dapat menjadi negara yang dewasa. Negara yang dapat menerima segala kritikan dari warga negara nya sendiri. Belajarlah untuk menerima kritikan bukan kah begitu yang di katakan orang tua. Hal ini lah yang memuat kita akan membuat bangsa ini akan maju. Maju dalam pikiran, maju dalam tindakan. Tanpa menindas dan menumpahkan darah anak bangsa sendiri. Para penguasa jikalau di bayar dari rakyat harus nya menghormati rakyat nya sendiri. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan kaya. Bagaimana tidak?, Suku dan budaya serta kekayaan alam yang sangat melimpah. Bahkan penjajah dari Belanda serta Jepang tidak memuat habis sumber kekayaan bangsa ini.

Jangan sampai kekayaan yang dimiliki ini habis di jajah oleh bangsa kita sendiri. Bukan kah yang memuat kita satu karena lawan kita satu. Ayo lah kita mempunyai tantangan buat kedepannya. Penulis berharap di kemudian hari kasus-kasus mengenai HAM saat melakukan aspirasi di depan hal layak umum tidak terulang kembali. Jangan di jadikan pertumpahan darah serta keringat para pahlawan akan sia sia. Bagi para penguasa ada pesan yang harus kau baca. Tolong dengarkan jeritan rakyat mu ini. Jangan kau tindas sendiri bangsa ini. Bangsa ini besar begitu besar untuk kau duduki sendiri.

Penulis tetap menghormati proses hukum yang berlaku. Namun tolong di baca dan di jadikan pelajaran dari kritikan ini. Bukan penulis merasa hebat , tetapi penulis juga warga negara dan juga rakyat biasa yang tak punya kuasa. Namun jikalau bangsa ini sedang tidak baik baik saja. Jangan salahkan kami para penerus bangsa untuk memperbaiki bangsa ini. Dengan cara yang sedikit berdarah akan kami lakukan demi bangsa. Darah juang Pertiwi akan mengalir deras dalam nadi kami. Bapak atau ibu yang duduk di kursi istana negara bukalah ruang gerak kami dalam berdemo. Kami tak benci pada bangsa ini, namun kami sayang bagi bangsa ini. Bagi kami jikalau tidak ada ketidak Adilan dalam bangsa ini kami akan bergerak. Dalam Sukma para pahlawan akan merestui bangsa ini. Bangsa ini tak mau di rusak oleh siapapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline