Lihat ke Halaman Asli

Deny S Pamudji

Wiraswasta

Pungli: Mungkinkah Diberantas?

Diperbarui: 12 Oktober 2016   14:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

OTT atau OPP Polri terhadap kemenhub (kelautan) menjadi viral.  Lantas banyak orang berceloteh tentang pungli, termasuk saya.  (He he he)  Kalau bicara tentang pungli (pungutan liar) saya jadi teringat pada Sudomo, di zaman generasi saya.  Gebrakan Sudomo membuat banyak orang ngeper (menciut/takut) untuk mengadakan pungli.  Saat itu, sebenarnya, keadaan pungli sudah banyak berkurang.  Sayang, gebrakannya hanya untuk beberapa saat saja.  Tidak tahu mengapa tidak diteruskan?!?

Bicara tentang pungli, mungkin itu sudah merupakan 'kebudayaan' kita.  Perasaan kasih sayang kita terhadap petugas, membuat kita mau mengeluarkan uang.  Karena kita melihat mereka bekerja untuk kita.  Ah, masak kita gak memberi ucapan terima kasih?!

Cuman sayang, dari rasa kasih sayang, para petugas tersebut menjadi besar kepala.  Akibatnya jika setelah melakukan pekerjaannya, dan tidak diberi apa-apa, mukanya jadi muram, kusam, dan kesal.  Jika yang dilayani masih juga tidak mengerti, maka petugasnya akan bilang 'uang administrasinya, pak'.  Padahal tidak ada aturan uang administrasi di sana.  Ya, begitulah mula-mulanya asal pungli.  

Mengapa pungli menjadi masif (massive) dan susah diberantas?!  Ada beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut.  

Pertama : Aturan tidak jelas.  Instansi yang sama, pada wilayah yang berbeda (masih satu provinsi) bisa berbeda kebijakan.  Mengapa?  Karena aturan tidak jelas.  Contoh soal : urus perpanjangan passport aja, harus menyertakan dokumen-dokumen pendukung yang kadang-kadang dicari-cari.  Mengapa tidak dibuat sederhana?  Jika sudah ada passport lama, cukup berikan passport lama tersebut dan tidak perlu lagi dokumen-dokumen lain.  

Kedua : Tidak ada batas waktu selesai.  Tidak adanya kepastian kapan dokumen kita selesai menjadi kita bertanya-tanya.  Sementara kita memerlukan dokumen tersebut dan adanya peluang untuk mempercepat pengurusan dokumen tersebut. Siapa lagi yang bisa menawarkan, selain calo dan petugas tersebut.

Ketiga : Tidak ada pengawas yang bisa bertindak.  Ombusman seperti macan ompong.  Bisanya hanya menampung keluhan, membuat saran, tetapi tidak tindakan.

Keempat : Tidak ada kekuatan hukum.  Banyak yang terkena pungli, tidak bisa berbuat apa-apa.  Ingin mengadu, takut dikriminalisasi.  Apalagi jika yang ingin diadukan adalah penegak hukum sehingga makin membuat sulit.

Kelima : Tidak ada jaminan bahwa pemberantasan pungli merupakan program yang berkesinambungan.  Sudomo sudah melakukan, Jokowi baru saja.  Lihat saja, sampai di mana kekuatan untuk memberantas pungli.  Pungli hanya bisa diberantas apabila ada keseriusan, keberanian, dan kejujuran.  Jika setengah-setengah, hasilnya hanya menjadi bahan pencitraan saja.

Banyak tempat yang perlu dijadikan OPP seperti bea cukai, tempat kir, pelabuhan antar provinsi, khususnya tempat-tempat di mana perizinan diurus dan dikeluarkan.  Semoga Indonesia bisa bebas dari pungli, walaupun untuk itu, saya hanya bisa bilang Wallahu A'lam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline