Lihat ke Halaman Asli

Tugas Mata Kuliah Pajak Kontemporer, Prof Apollo (Daito): Insentif Perpajakan di Kala Pandemi Melanda

Diperbarui: 18 Mei 2020   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokpri

2020 memang tahun yang sangat luar biasa. Di awal tahun tepatnya di 1 Januari 2020 bencana alam banjir melanda Ibukota Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia. Rumah-rumah tergenang, harta benda hanyut, dan disertai dengan korban jiwa. Di bulan Maret 2020 Indonesia kedatangan Covid-19 sampai artikel ini dibuat dan diterbitkan.

Untuk mencegah terjadinya penularan virus dari orang ke orang, pemerintah menetapkan aturan Physical Distancing. Hal tersebut mengharuskan individu menjaga jarak antara sesama individu lainnya minimal 1 meter, memakai masker jika keluar rumah dan selalu rajin menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan. 

Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut mengakibatkan karyawan diharuskan bekerja di rumah atau work from home (WFH) untuk pekerjaan yang masih bisa dikerjakan di rumah. Ada yang menggilir pekerjanya untuk sebagian masuk untuk bekerja dan sebagian di rumah untuk mencegah terjadinya penularan virus tersebut. Juga ada perkantoran, tempat usaha, hingga pabrik yang harus sampai berhenti beroperasi atas perintah pemerintah.

Mewabahnya virus tersebut membuat perekonomian di berbagai negara menjadi lesu bahkan sampai terpuruk karena harus berdiam diri di rumah dan tidak berpenghasilan. Di Indonesia sendiri menetapkan untuk beberapa bentuk usaha yang masih boleh beroperasi dan yang tidak boleh beroperasi. 

Berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 mengenai Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 terdapat beberapa industri yang dikecualikan yang masih tetap diijinkan beroperasi antara lain perusahaan yang memproduksi barang yang dibutuhkan saat ini seperti obat-obatan, perangkat medis atau alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, bahan baku dan zat antaranya.

Selain itu juga unit produksi, yang membutuhkan proses berkelanjutan, setelah mendapatkan izin yang diperlukan dari Kementerian Perindustrian. Lalu, produksi minyak dan gas bumi, batubara dan mineral dan kegiatan yang terkait dengan operasi penambangan. Berikutnya, unit manufaktur bahan kemasan untuk makanan, obat-obatan, farmasi dan alat kesehatan; kegiatan pertanian bahan pokok dan holtikultura; unit produksi barang ekspor, serta unit produksi barang pertanian, perkebunan, serta produksi usaha mikro kecil menengah. Industri dan kawasan industri dapat beroperasi dengan izin Kementerian Perindustrian dengan tetap menjalankan protokol Kesehatan. Kebijakan tersebut dilakukan agar roda perekonomian di Indonesia tetap berjalan dan memiliki penghasilan.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam bidang perpajakan yaitu dengan memberikan kelonggaran kepada badan usaha dalam pembayaran PPh 25 dan 29. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.011/2013, dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang realistis sehubungan dengan terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah, dan untuk meningkatkan daya saing industri nasional baik yang berorientasi domestik maupun ekspor, serta untuk mendukung program pemerintah dalam upaya penciptaan dan penyerapan lapangan kerja, perlu diberikan kebijakan Pajak Penghasilan untuk meringankan dan menjaga likuiditas bagi WP industri tertentu.

WP badan industri tertentu diberikan pengurangan PPh Pasal 25 untuk Masa Pajak September 2013 sampai dengan Masa Pajak Desember 2013 dan/atau penundaan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 untuk Tahun Pajak 2013. WP badan industri tertentu sebagaimana dimaksud adalah yang melakukan kegiatan usaha pada bidang industri pakaian jadi, industri tekstil ,industri furnitur , industri mainan anak-anak dan industri alas kaki.

Pengurangan PPh Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh Pasal 29 dapat diberikan kepada Wajib Pajak berdasarkan rekomendasi dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Besarnya pengurangan PPh Pasal 25 dapat diberikan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari PPh Pasal 25 Masa Pajak Agustus 2013 bagi Wajib Pajak badan industri tertentu yang tidak berorientasi ekspor. Wajib Pajak badan industri tertentu yang berorientasi ekspor diberikan 50% (lima puluh persen) dari PPh Pasal 25 Masa Pajak Agustus 2013.

Untuk mendapatkan pengurangan tarif pajak tersebut, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan secara tertulis tentang besarnya pengurangan PPh Pasal 25 yang diminta, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Keputusan pemberian pengurangan besaran PPh 25 paling lama 5 hari kerja sejak tanggal pengajuan asalkan dokumen yang sudah disubmit sudah benar dan lengkap.

Sedangkan untuk penundaan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 WP harus menyampaikan permohonan tertulis secara langsung yang ditujukkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan status domisili/pusat. Permohonan tersebut paling lambat diajukan 20 (dua puluh) hari kerja sebelum terutangnya PPh Pasal 29. Keputusan pemberian penundaan pembayaran PPh 29 paling lama 5 hari kerja sejak tanggal pengajuan asalkan dokumen yang sudah disubmit sudah benar dan lengkap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline