Peningkatan kasus kelebihan berat badan dan obesitas di kalangan remaja, terutama di negara berkembang, menjadi masalah kesehatan yang serius. Pada tahun 2018, prevalensi obesitas pada remaja berusia 13-15 tahun di Indonesia meningkat menjadi 4,8%. DKI Jakarta menjadi wilayah dengan kasus obesitas remaja tertinggi, mencapai angka 10%. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional. Secara global, masalah obesitas juga semakin mengkhawatirkan. Data WHO pada tahun 2021 menunjukkan bahwa lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia mengalami kelebihan berat badan, di mana ratusan juta di antaranya adalah remaja (Ramadhany dkk., 2023). Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, seperti risiko diabetes dan hipertensi, tetapi juga kesehatan mental, seperti depresi. Selain itu, stres yang tinggi pada mahasiswa dapat memicu masalah kesehatan fisik dan mental lainnya, serta mengganggu prestasi akademik. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara stres psikologis dengan peningkatan risiko kelebihan berat badan dan obesitas(Chen et al., 2020).
Menurut Tomiyama (2019), stres dapat menjadi pemicu perilaku makan yang tidak sehat, yang sering digunakan sebagai mekanisme koping oleh individu. Ketika seseorang mengalami stres, tubuh melepaskan hormon corticotropin-releasing factor (CRF), yang berperan dalam memicu produksi kortisol, hormon utama yang terlibat dalam respons stres. Peningkatan kadar kortisol ini memengaruhi berbagai mekanisme tubuh, termasuk merangsang produksi hormon seperti insulin, leptin, dan neuropeptide Y. Hormon-hormon ini tidak hanya meningkatkan nafsu makan tetapi juga memicu penyimpanan lemak dalam tubuh. Dampaknya, individu yang sering terpapar stres kronis cenderung lebih memilih makanan tinggi kalori, seperti makanan manis atau berlemak, yang memberikan rasa nyaman sementara. Namun, kebiasaan ini dapat menyebabkan kenaikan berat badan secara signifikan dan berpotensi meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti obesitas atau gangguan metabolisme lainnya. Dengan demikian, pengelolaan stres yang efektif menjadi sangat penting untuk mencegah dampak negatif terhadap pola makan dan kesehatan secara keseluruhan.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan terkait hal ini:
- Mengganti makanan tidak sehat dengan pilihan yang lebih bergizi, contohnya fruit acai bowl yang kaya akan nutrisi, lezat, dan bergizi.
- Kendalikan stres, praktikkan yoga atau teknik relaksasi lainnya untuk mengurangi tekanan.
- Luangkan waktu untuk bersantai, dengan melakukan aktivitas yang Anda sukai, seperti membaca buku atau mendengarkan musik.
- Seimbangkan waktu belajar dan istirahat, jangan memaksakan diri belajar terus-menerus.
Selain stres akademik, Peran teman sebaya sebagai kelompok referensi yang kuat membuat remaja cenderung meniru perilaku makan teman-temannya, termasuk kebiasaan mengonsumsi makanan yang kurang bergizi. Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya upaya untuk menciptakan lingkungan sosial yang lebih mendukung gaya hidup sehat, misalnya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang mempromosikan makanan sehat dan aktivitas fisik di sekolah dan komunitas.
Sehingga dapat disimpulkan peningkatan kasus obesitas di kalangan remaja, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, merupakan masalah kesehatan yang kompleks dengan dampak serius pada kesehatan fisik dan mental. Stres menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi pada perilaku makan tidak sehat, yang sering digunakan sebagai mekanisme koping. Hal ini diperburuk oleh pengaruh lingkungan sosial, seperti peran teman sebaya, serta kebiasaan konsumsi makanan tinggi kalori dan rendah gizi. Pencegahan yang efektif membutuhkan pendekatan holistik, termasuk menggantikan makanan tidak sehat dengan pilihan bergizi, mengelola stres melalui aktivitas relaksasi, menjaga keseimbangan waktu belajar dan istirahat, serta menciptakan lingkungan sosial yang mendukung gaya hidup sehat. Langkah-langkah ini tidak hanya membantu mencegah obesitas, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup remaja secara keseluruhan, baik dari segi kesehatan fisik, mental, maupun prestasi akademik.
Ayo, mulai sekarang kita ubah pola makan dan gaya hidup kita menjadi lebih sehat! Cobalah mengganti makanan cepat saji dengan pilihan yang lebih bergizi, seperti buah-buahan segar, sayuran hijau, dan makanan bernutrisi lainnya. Jangan lupa untuk rutin berolahraga, meskipun hanya berjalan kaki setiap hari, agar tubuh tetap bugar dan sehat. Selain itu, pastikan Anda mendapatkan istirahat yang cukup setiap malam agar tubuh memiliki waktu untuk memulihkan energi. Dengan langkah-langkah kecil ini, kita bisa menciptakan kebiasaan hidup sehat yang bermanfaat jangka panjang!
Sumber:
Ramadhany, R. A., Wahyuningsih, U., Sufyan, D. L., & Simanungkalit, S. F. (2023). Determinan gizi lebih dan obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di DKI Jakarta (Analisis Data Riskesdas 2018). Amerta Nutrition, 7(25), 124-131. DOI: 10.20473/amnt.v7i2SP.2023.124-131.
Chen, Y., Liu, X., Yan, N., Jia, W., Fan, Y., Yan, H., Ma, L., & Ma, Le. (2020). Higher academic stress was associated with increased risk of overweight and obesity among college students in China. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(15), 5559. https://doi.org/10.3390/ijerph17155559
Tomiyama, A. J. (2019). Stress and Obesity. Annual Review of Psychology, 70, 703-718.
Mauliza, M., & Arini, N. (2022). Faktor yang mempengaruhi obesitas dan penanganannya pada anak. GALENICAL: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh, 1(3), 77. https://doi.org/10.29103/jkkmm.v1i3.8816