Lihat ke Halaman Asli

Chusnul Chotimah

Masih dalam proses belajar :)

Abai

Diperbarui: 18 Juni 2020   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dedaunan itu berserak di antara dua bangku kayu, ia tampak seperti pembatas. Tiupan angin berkalipun hanya sekedar menggeser wujudnya ke sana dan kemari. Sama sekali tak mau berpindah. Rintik datang, mencoba membawanya pergi dengan arus kecil tapi pasti. Tetap saja tak berhasil. Pagi ini, seorang laki-laki berseragam oranye datang membawa sekumpulan lidi yang menjadi  kuncup dari tongkat kayu berwarna merah. Ia menggiring dengan kasar si dedaunan. Yap, masuklah mereka ke sebuah balok besar yang beroda. 

Salah satu bangku kayu itu menatap kepergian dedaunan dengan iba. Ada penyesalan yang ia rasakan kini. Kalau saja ia tak abai pada si dedaunan, tentulah pembatas itu akan tetap jadi hiasan indah. Entah mengapa menurutnya, jika ada saja dedaunan yang menghiasi antara ia dan temannya, maka selalu saja berakhir sama. Hilang, tanpa jejak. Sering berganti. Siklus yang berubah-ubah. Ia masih saja menunggu, kapan kawanan dari manusia berseragam oranye itu akan datang dan mengganti dedaunan yang telah mereka bawa dengan hiasan yang lebih cantik. Tak lupa, mereka juga tak akan mengambilnya kembali.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline