Chusnul Chotimah, Nur Wakhidah, Wulan Rahmadhani.,S.ST.,MMR.,Dr.PH , Eka Novyriana.,S.Si.T.,M.P.H ,Dr. Mu. Basirun Al Ummah.,M.Kes
Kesehatan mental semakin memasuki kesadaran banyak orang. Di tahun 2023, berdasarkan survei Forbes, sekitar 45 persen warga Amerika Serikat telah menjadikan target kesehatan mental sebagai resolusi Tahun Baru 2023 teratas.
Anak-anak dan remaja, termasuk mereka yang duduk di bangku sekolah, juga rentan menghadapi masalah kesehatan mental ringan hingga serius. Waktu belajar di tengah pembatasan aktivitas saat pandemi, meskipun bisa diatasi dengan teknologi digital, tetap menimbulkan masalah sosial emosional. Narasi tentang wellbeing atau kesejahteraan anak yang juga berpihak pada isu kesehatan mental pun mengemuka. Kondisi tersebut kian memperparah dunia pendidikan di Indonesia yang selama ini mengagung-agungkan pencapaian akademik. Pendidikan dianggap berhasil jika semua siswa lulus dengan nilai baik. Bahkan, ada yang tidak peduli meraihnya dengan cara-cara curang sekalipun. Banyak anak yang sebenarnya merasa lelah dengan sistem pendidikan yang tidak mengutamakan pembangunan relasi dan kesadaran diri secara bermakna dan menyenangkan. Namun, mereka tidak berdaya. Menyikapi maraknya perundungan dan aksi kekerasan di sekolah, dunia pendidikan perlu memperhatikan dan serius terhadap dua isu kesehatan. Kesehatan ini adalah faktor kesehatan mental dan kesehatan fisik siswa untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Praktisi pendidikan Palangka Raya, Rizki Tanjudin, kepada RRI pada Kamis (23/11/2023) mengatakan, kesehatan fisik dan mental sangat berpengaruh pada aktivitas belajar mengajar. Menurutnya penting adanya kolaborasi antara sekolah dan pihak orang tua untuk selalu menjaga kesehatan mental dan fisik anak dari trauma, tekanan, dan depresi. "Karena dampaknya yang begitu besar terhadap kehidupan siswa. Apabila tidak ditangani berdampak munculnya kelesuan, kemalasan hingga perundungan dan kekerasan di sekolah," ucapnya. Kesehatan mental dan fisik perlu dikedepankan agar anak tak hanya melulu fokus pada kegiatan akademik, tapi juga mengenai ketenangan pikiran dan ketentraman psikologis. Jika anak terganggu secara emosional dan mental tentu akan mempengaruhi kehidupannya di sekolah, keluarga dan lingkungannya. Dengan demikian Rizky meminta agar Kementrian Pendidikan dan Kementrian Kesehatan berkolaborasi untuk mencari formulasi menekankan pentingya kesehatan mental dan fisik. Berangkat dari Transforming Education Summit pada September 2022, visi baru untuk pendidikan pada abad ke-21 kini mulai terbentuk. Pendidikan yang berkualitas agar mendukung perkembangan individu sebagai pembelajar sepanjang hidupnya. Pendidikan harus bisa membantu orang belajar fokus memecahkan masalah dan kolaborasi. Oleh karena itu, pendidikan harus memberikan landasan pembelajaran, mulai dari membaca, menulis, dan berhitung sampai keterampilan ilmiah, digital, sosial, dan psikologis. Anak-anak dihargai bukan lagi dengan angka sebagai ukuran pencapaian akademik tetapi menghargai keunikan anak dalam bentuk apa saja. Tiap anak mendapatkan bintang kebaikan, bukan hanya untuk anak-anak yang mendapat nilai ujian bagus atau punya prestasi kejuaraan. Sementara itu, program sekolah penggerak dan guru penggerak yang menjadi bagian dari Merdeka Belajar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sejak 2020, menggaungkan agar sekolah dan guru memperkuat ekosistem pembelajaran yang menerapkan pendidikan holistik dan berpusat pada siswa. Bahkan, dengan pemberlakuan Asesmen Nasional sejak 2021 yang dilaporkan tiap tahun lewat Rapor Pendidikan, kinerja sekolah tak hanya diukur dari pencapaian akademik dan karakter siswa, tetapi penciptaan lingkungan belajar yang positif juga wajib dipenuhi sekolah dan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Habib R, Hapsara, Filsafat, Pemikiran Dasar Pembangunan Kesehatan sebagai paradigma pembangunan kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2014.
Ibrahim, Jhony, Teori Dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi Malang : Bayumedia Publishing, 2015.
Manuaba, Ida Bagus Gde, Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan KB, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2012.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Cet 2, Jakarta: Kencana, 2018.
Wijaya, Andika, Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Jakart: Sinar Grafika, 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H