Bagi warga Banyumas, tentunya sangat akrab dengan kesenian Lengger. Kesenian ini sering dimainkan ketika ada hajatan, entah itu pernikahan, sunatan sampai ulang tahun kemerdekaan. Kini keberadaannya diambang kematian, ditandai dengan jarangnya kesenian itu dimainkan.
Pada tahun 1990an sampai 2000an awal saya masih sering melihat pertunjukan tersebut. Pertunjukan kesenian tersebut pada waktu itu memang sudah dimodivikasi dari bentuk aslinya. Tarian lengger dikombinasikan dengan nyanyian-nyanyian campursari ataupun lagu dangdut yang memang manjadi Hits pada masanya. "Moderenisasi" bentukdasar dari kesenian lengger tersebut kemungkinan besar disesuaikan dengan pasar yang ada. Lengger berada dalam dilema mempertahankan bentuk dasar kesenian dan kepentingan ekonomi.
"Moderenisasi" inilah yang membawa lengger sebagai kesenian yang sangat digemari pada masa-masa itu. Kaum muda-pun selalu mengidamkan pertunjukan ini dikarenakan bisa berjoget rame-rame. Aktivitas berjoget ini lama-kelamaan menjadi sumber permasalahan dikarenakan sering terjadi keributan dan menjadi penyulut keributan/tawuran antar kampung/desa. Seringnya keributan yang terjadai saat penyelenggaraan lengger tersebut menjadikan pihak kepolisian enggan memberikan izin pertunjukan dengan alasan keamanan. Sampai sekarang, kesenian tersebut jarang dimainkan karena tidak mendapatkan izin dari pihak keamanan. Kesenian tersebutpun terancam dalam kematian karena jarang dimainkan.
Lengger sebagai buah karya kebudayaan seharusnya mendapatkan ruang yang cukup dalam pengembangannya demi menjaga keragaman khasanah budaya negeri ini. Diperlukan keberpihakan dari pemerintah dan masyarakat untuk menjadikan lengger tersebut tetap lestari. Menurut rekan-rekan pembaca, bagaimana permasalahan ini harus dihadapi...? Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H