Ketika kita melakukan penelitian Arkeologi di lapangan, ada saja hal baru yang dapat kita jumpai. Keseruan-keseruan selalu saja muncul di lokasi situs disela-sela pikiran yang sedang berusaha merekonstruksi budaya masa lalunya.
Setiap melakukan penelitian Arkeologi terutama bila kita melakukan ekskavasi, biasanya banyak mendatangkan tenaga-tenaga lokal untuk membantu pekerjaan kita.
Mereka kita datangkan dari penduduk yang tinggal di sekitar situs untuk dapat bekerja sama melakukan penggalian. Tentu di bawah pengawasan para peneliti Arkeolog.
Keseruan-keseruan selalu terjadi di antara kita. Menjalin keakraban selama penelitian sangat penting untuk dilakukan agar kegiatan tidak terasa jenuh dan membosankan. Candaan-candaan atau hanya sekedar mendengarkan cerita-cerita mereka sudah menjadi hiburan tersendiri bagi kita.
Seperti saat kita sedang melakukan penelitian Arkeologi di Situs Biaro Sangkilon, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Kita banyak mendatangkan para tenaga lokal dari sekitar situs terutama para ibu-ibu untuk membantu ekskavasi. Saat ditanya, kemana bapak-bapaknya? Jawabnya mereka umumnya pergi ke hutan untuk mencari kayu, atau ke ladang untuk menderes karet.
Meski ibu-ibu, mereka sangat rajin dan kuat untuk membantu kita melakukan ekskavasi. Fisik boleh wanita namun tenaga bisa disamakan dengan pria, itulah candaan mereka. Tidak saja melakukan ekskavasi, ada saja ide mereka agar kita semua dibuat nyaman di tempat penelitian.
Salah satunya adalah ide untuk membuat lemang di lokasi situs. Lemang adalah makanan yang dibuat dari beras ketan (pulut) yang dimasak di dalam seruas bambu yang dibakar. Beras ketan tersebut setelah dicuci tentunya, dicampur dengan santan dan sedikit garam dan gula agar lebih terasa nikmat, lalu dibungkus dalam daun pisang. Setelah itu dimasukkan kedalam ruas bambu, dan dibakar dengan api kurang lebih 30 menit.
Terkesan simpel ya. Namun jika kita melakukannya di alam terbuka yang jauh dari permukiman penduduk hal ini tentu agak sedikit kerepotan, setidaknya itu yang saya bayangkan.
Tapi ternyata karena ibu-ibu tersebut melakukannya dengan bersama-sama, maka kerepotan yang seharusnya terjadi justru menjadi keseruan tersendiri bagi kita.
Beras ketan yang sudah dicuci tersebut lalu langsung dimasukkan ke dalam ruas bambu yang didalamnya sudah ada gulungan daun pisang.