Angkola merupakan salah satu etnis bermarga yang ada di Sumatera Utara selain Mandailing, Toba, Simalungun, Karo, dan Pakpak. Masyarakat Angkola umumnya tinggal di wilayah pegunungan bukit barisan tepatnya di Kota Padangsidimpuan, Kab. Tapanuli Selatan, dan sebagian di Kab. Padang Lawas Utara atau disebelah selatannya Toba dan utaranya Mandailing. Beberapa marga yang merupakan etnis Angkola di antaranya Siregar, Harahap, Dalimunthe, Daulay, dan lain sebagainya.
Sebelum Islam/Kristen dikenal dan berkembang di wilayah tersebut, masyarakat Angkola masih percaya akan kepercayaan Sipelebegu atau pemujaan roh-roh leluhur. Salah satu bukti tinggalannya adalah makam kuno yang berupa tanah-tanah gundukan yang sekelilingnya dibatasi oleh batu-batu pipih. Bukti keberadaan makam-makam kuno tersebut dapat dilihat salah satunya dari tinggalan marga Harahap, yaitu kompleks makam kuno Sutan Nasinok Harahap.
Kompleks makam kuno Sutan Nasinok Harahap tepatnya berada di Desa Gunung Tua Batang Onang, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Menurut Nasoichah, dkk 2020 dalam publikasinya berjudul 'Konteks Penguburan Kompleks Makam Kuno Sutan Nasinok Harahap' yang diterbitkan di Jurnal Forum Arkeologi Volume 33 Nomor 2 2020 terdapat lebih dari 60 gundukan makam kuno di area tersebut. Kondisi makam-makam tersebut saat ini masih baik namun beberapa sudah hilang karena aktivitas perkebunan sawit.
Ketika saya bersama tim (Balai Arkeologi Sumatera Utara) melakukan penelitian di kompleks makam tersebut banyak memakan waktu di jalan karena lokasinya yang jauh dari ibukota Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu Gunung Tua.
Dari Gunung Tua ke lokasi tersebut berjarak kurang lebih 60 menit atau 120 menit pulang pergi. Begitu juga apabila ditempuh dari Kota Padangsidimpuan juga memakan waktu yang relatif sama. Lokasi kompleks makam tersebut tidak jauh dari Bandar Udara Aek Godang atau sekitar 30 menitan.
Di lokasi area kompleks cuaca sangat terik apalagi tidak ada pepohonan besar yang tumbuh disana. Hal ini disebabkan karena lapisan tanahnya tidaklah tebal dan langsung berupa bebatuan besar sehingga tidak memungkinkan tumbuh pohon-pohon besar terutama yang berakar tunggang.
Hanya tanaman berakar serabut seperti sawitlah yang memungkinkan tumbuh, itupun hasil buahnya tidaklah memuaskan. Di lokasi kompleks makam tersebut sangat jarang sekali turun hujan, kalaupun mendung akan terbawa angin dan hanya tersisa rintik-rintiknya.
Gundukan makam-makam kuno tersebut ada sebagian yang dibatasi batu-batu berukir atau gores, namun sebagian besar berupa batu polos berbentuk pipih. Beberapa ukiran yang ada seperti gambar cicak/kadal, monyet, ogung (gong), manusia, maupun flora.
Kompleks makam kuno tersebut dinamakan Sutan Nasinok Harahap karena berdasarkan temuan batu bertulis/prasasti beraksara Angkola (secara karakteristik mirip dengan aksara Batak Toba, Mandailing, dan etnis lainnya) yang berbunyi Sutan Nasinok Harahap.