Lihat ke Halaman Asli

Chuang Bali

Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa

Batin Bodoh

Diperbarui: 5 November 2022   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SERIAL MONOLOG IN MONOLOG OUT 8: BATIN BODOH

Batin bodoh kebalikan dari Batin Buddha. Batin bodoh sangat berbahaya bila dibiarkan menjadi bos karena dia bos yang amat payah dan berbahaya, ibarat membiarkan ekor ular memimpin jalannya ular. Batin bodoh senang mencari-cari masalah, menciptakan musuh khayalan atau sungguhan, ego sentris dan gila kendali. Batin bodoh juga sangat reaktif, mudah jatuh ke dalam prasangka dan keadaan yang tak bermanfaat.

Pada masa lalu, aku mengira pengajaran tentang pentingnya untuk hidup saat ini (dengan memperhatikan sungguh-sungguh apa yang sedang kita kerjakan pada saat ini) hanya berkaitan dengan urusan melunakkan dan membiasakan batin sehingga akan lebih mudah berkonsentrasi pada saat tiba waktunya sesi meditasi formal. 

Namun ternyata, keterampilan untuk menyadari momen kini itu jauh lebih penting manfaatnya dari sekadar hanya sebagai alat bantu agar meditasi menjadi lebih mudah, karena dalam kenyataannya ketika kita mampu untuk selalu awas dalam setiap momen, kita mencegah banyak kemungkinan batin mengembara ke sana ke mari tanpa tujuan yang jelas dan lalu berkembang biak menjadi pikiran aneh-aneh yang biasanya lebih banyak menimbulkan emosi-emosi negatif seperti kebencian, kemarahan, keserakahan, iri, dengki, sombong....

Bayangkanlah bila kebiasaan membiarkan batin mengembara tak tentu arah seperti ini dilestarikan, bila pada saat itu mendadak nyawa putus gara-gara serangan jantung atau hal lain semacam itu, ke manakah alam tujuan kelahiran-ulang kita selain pastinya alam-alam rendah yang amat pas untuk jenis batin bodoh seperti itu?

Aku teringat pada salah satu cerita di sebuah buku berjudul "Kegelisahan Sang Domba" yang ditulis oleh Don Lado (nama awam dari alm. Bhikkhu Attapiyo, bhikkhu Theravada pertama yang berasal dari NTT).

Pada suatu ketika, Pak Don Lado berlayar dari kampungnya di NTT ke salah satu kota di Pulau Jawa dengan menumpang kapal feri. Perjalanan via laut pada masa itu (dan mungkin juga masih hingga sekarang) dari NTT ke Pulau Jawa memakan waktu beberapa hari, yang terkadang harus menghadapi gelombang laut yang besar dengan kapal tua yang sangat rentan karam karena sudah lapuk dan lemah tenaganya. 

Agar para penumpang tak bosan, di atas kapal itu disediakan sebuah bioskop mini yang, dari iklannya, mengatakan akan memutar sebuah film drama Korea. Pak Don Lado memutuskan untuk membeli tiket dan menonton salah satu penayangan di bioskop tersebut.

Ketika film mulai berjalan, dan adegan-adegan mulai datang silih berganti, sadarlah dia bahwa ini bukanlah film drama Korea seperti yang diiklankan. Ternyata itu adalah film anu-anu, tentang pria dan wanita yang ber-anu-anu tanpa pakaian....

Pak Don Lado membatin, andai pada saat ini kapal tenggelam karena gelombang laut yang besar, maka dia dan para penonton di bioskop ini pastilah akan terlahir ulang di alam rendah akibat keadaan batin terakhir mereka yang dipenuhi oleh hawa nafsu hasil dari tontonan kurang sopan itu....

Dan Pak tua yang di sana itu, yang tampak sangat menikmati film buka-bukaan itu, dia pastilah akan menjadi kepala suku dari barisan peta mantan manusia yang mati tenggelam saat sedang menonton film desahan hawa nafsu....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline