Empat Cerita dalam Empat Hari
Kita manusia adalah makhluk naratif yang menyukai cerita, menciptakan, mewarisi, dan mendengar cerita.
Dari sejak leluhur kita dulu, para manusia purba, kita sudah mengenal cerita dan bahkan dikatakan bahwa spesies kita sebagai satu-satunya spesies manusia yang masih lestari hingga kini---homo sapiens---bisa bertahan dan menang dalam pertarungan kelestarian karena kita punya keunggulan di bidang penciptaan cerita.
Pesan-pesan kebijaksanaan dan kearifan lokal lebih mudah disampaikan dan diwariskan ke generasi berikutnya melalui cerita.
Dan atas pertimbangan tersebut, saya akan menceritakan empat cerita berikut ini yang saya harap dapat memberikan inspirasi dan motivasi kepada siapa pun untuk terus berbuat baik.
Cerita #1
Aku sedang duduk di meja tunggal yang disediakan untuk pengunjung yang datang sendirian atau maksimal berdua. Di warung ini suasana sore terasa teduh oleh rimbun pepohonan dan semilir angin yang mengirim aroma dupa wangi entah dari mana.
Tidak jauh dari mejaku, tampak sebuah keluarga muda: sepasang suami istri dengan satu anak perempuan yang mungkin baru saja masuk TK nol kecil. Si anak memiliki suara seperti genta kecil, nyaring tapi riang dan menyenangkan didengar. Mereka makan dengan tenang, dengan sang Ibu sekalian menyuapkan makanan untuk anaknya dan dirinya sendiri.
Sang Ayah sabar menjawab atau menanggapi setiap celoteh putrinya. Tampak jelas sang putri memiliki rasa ingin tahu yang besar dan senang mengobrol. Ia ramai bertanya ini itu kepada Ayahnya.
Saat hidangan telah tandas, sang Ayah membersihkan meja dari remah-remah sisa makanan, mengumpulkannya di satu piring kotor dan lalu menumpuk dengan rapi piring-piring beserta gelas serta ikutannya di tengah-tengah meja.
"Ayah, mengapa piring-piring kita ditumpuk begitu?" sang putri bertanya keheranan melihat tingkah laku Ayahnya.