Waktu aku baru bangun tadi pagi, tiba-tiba ada suara yang bergema seperti suara genta kecil memanggilku. "Papa, papa, lihat sini!" Dengan sedikit malas karena masih mengantuk, kuhampiri Una si genta kecil itu. Kutemui sesosok gadis kecil usia lima tahun yang manis, yang rambutnya panjang seperti sutera. "Ada apa, Una manis?" aku menyapanya lembut.
"Lihat Pa, apa yang Una temukan di halaman kita."
"Apa sih?"
"Itu Pa, di atas pohon itu ada seekor burung kecil. Una tidak tahu itu burung apa, tapi ia sepertinya jinak sekali."
Sambil berkata begitu telunjuknya menunjuk ke sebuah pohon. Aku coba mengarahkan mataku ke pohon yang ditunjuk Una, dan memang benar ada seekor burung kecil di sana. Sama seperti putriku, aku juga tidak dapat mengenali jenis burung itu.
"Mungkin itu burung pipit, sayang," kataku coba menebak.
"Burung pipit ya, Pa? Makanannya apa sih?"
"Entahlah, Papa tidak tahu, Una. Tapi kamu bisa coba berikan remahan rotimu padanya."
Karuna, putriku itu, segera mengambil remahan rotinya dan meletakkannya di telapak tangannya. Dengan suaranya yang bening seperti suara genta kecil, ia coba memanggil-manggil si burung pipit. "Burung pipit, kemarilah. Ada remahan roti untukmu di sini." Dan benar saja, burung itu memang tampak jinak. Dengan tangkas ia segera terbang menghampiri putriku, lalu mematuk-matuk remahan roti yang ada ditangannya. "Papa, burung ini senang sekali dengan roti yang Una berikan." Aku tersenyum melihat binar matanya, dan berkata, "Ya Una sayang, tapi sekarang hari sudah mulai siang nih. Ayo kita masuk ke dalam. Bukankah kamu harus pergi ke sekolah? Dan Papa pun harus pergi kerja."
Kami lalu bergandengan tangan masuk ke dalam rumah, tempat ratuku sudah menunggu kami.
Seorang anak seringkali mengejutkan orangtuanya. Kadang kita sebagai orangtua dikejutkan oleh tingkah laku mereka yang tak terduga, tetapi lebih sering kita dikejutkan oleh pertanyaan-pertanyaan mereka yang bahkan kita orang dewasa pun belum tentu bisa atau berani menjawabnya.