Memiliki berarti kehilangan.
Ia yang tak memiliki apa pun,
tak kehilangan apa pun.
Hanya soal waktu manakala
pertemuan menjadi perpisahan.
Dan saat bayi lahir, ia menangis,
namun kita sambut dengan senyum sukacita.
Padahal lahir adalah awal kematian,
sukacita pun menjadi dukacita.
Tampaknya benar bahwa
kita manusia bagai biduk kecil
di tengah samudera raya.
Ombak menghempas ke kiri, kita berayun ke kiri.
Ombak menghempas ke kanan, kita berayun ke kanan.
Ombak memutar ganas, kita berputar-putar tak karuan. tak pernah tetap, tak pernah stabil
dan karenanya tak pernah damai.
Kita mengira mengenggam harta beri kestabilan.
Nyatanya harta apa pun tak kekal,
mereka hilang, berubah, atau hancur seiring waktu.
Kita merasa kesenangan indrawi adalah tempat yang teduh.
Nyatanya sensasi apa pun tak memuaskan,
mereka menghambar sisakan kekecewaan.
Sampai di sini...
Barangkali engkau menganggapku pesimis?
Makhluk aneh gila yang sedang galau?
Tapi cobalah renungkan baik-baik.
Bukankah hidup sungguh begitu?
Tak ada yang layak digenggam,
karena tak ada yang bisa digenggam.
Tak ada hakikat sejati dalam benda-benda yang bersyarat.
Apa pun yang ber-ada, akan ti-ada.
Apa pun yang terbentuk, akan hancur pada waktunya.
Menjadi damai berarti tak mengenggam apa pun.
Menjadi bahagia berarti menyadari tak ada kebahagiaan di dunia.
220814
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H