Lihat ke Halaman Asli

Chuang Bali

Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa

Jalan Beda, Gunung pun Beda

Diperbarui: 24 April 2022   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam kehidupan beragama di dunia, bagaimana seharusnya kita memandang setiap agama yang ada dan para pengikutnya yang meyakini masing-masing ajaran tersebut?

Di dunia barangkali ada begitu banyak jenis keyakinan religius, baik yang sampai saat ini masih eksis maupun yang pernah eksis tapi sudah tinggal nama belaka. Dan biasanya, menyangkut keyakinan-keyakinan yang berbeda-beda itu, demi kehidupan yang damai, rukun, tenteram raharja, kita akan sering diingatkan untuk bertoleransi.

Tentu saja, anjuran untuk bertoleransi adalah anjuran yang sangat baik untuk dituruti. Namun sampai dewasa ini masih saja ada sebagian orang yang salah memahami makna kata "toleransi". Orang-orang ini mengira bertoleransi berarti menganggap bahwa "semua ajaran agama itu sama baiknya" dan oleh karena itu kita seharusnya hidup rukun, damai, tenteram sentosa sebagai sesama yang sedang berjalan di jalan yang sama baiknya. Tentu saja, pesan yang ingin disampaikan sangatlah mulia karena mengajak kita untuk tidak saling meributkan masing-masing keyakinan kita dan hidup bahagia dalam damai sebagai sesama manusia yang berakal budi.

Tapi pertanyaan yang timbul kemudian adalah: benarkah toleransi bermakna seperti itu, bahwa semua agama sama baiknya? Jika semua agama sama baiknya, punya tujuan yang sama, lalu mengapa di dunia ada banyak ajaran yang berbeda-beda satu dengan lainnya?

Seorang pembicara terkenal pernah mencoba menjelaskan tentang pilihannya untuk tidak menganut satu pun ajaran agama karena baginya semua agama sama baiknya. Tampakya dia ingin "memeluk" semua agama, mungkin sikapnya ini mirip seperti tokoh Pi di novel Life of Pi.

Dia menulis di status facebooknya perumpamaan tentang sebuah gunung. Agama-agama di dunia seperti sebuah gunung tetapi memiliki banyak jalur yang berbeda-beda untuk mencapai puncaknya. Di gunung itu ada orang-orang yang mendaki melalui jalur utara, ada yang lebih suka dari jalur selatan, dari jalur barat, dari timur, dan seterusnya. Namun, meskipun jalurnya berbeda-beda, toh gunungnya sama dan akhirnya pun sampai juga di puncaknya. Begitulah baginya, ajaran agama yang berbeda-beda ibarat jalur pendakian yang berbeda-beda, tetapi toh gunungnya (gunung melambangkan kebenaran? Tidak dijelaskannya, tapi saya duga maksudnya memang gunung = kebenaran) sama dan toh semua sampai juga di puncaknya jika sungguh-sungguh mendaki.

Terlepas dari rasa salut saya padanya untuk banyak hal positif yang telah dipromosikannya, saya menilai sikap yang diambil pembicara terkenal ini keliru, menyesatkan dan tidak sesuai dengan kenyataan.

Bagi saya, kesamaan dalam setiap ajaran agama hanyalah kesamaan di permukaan saja, kesamaan untuk hal-hal yang bersifat umum. Misalnya, setiap agama sepakat untuk mengajarkan kebaikan, cinta kasih, penghargaan bagi sesama makhluk, kedermawanan dan seterusnya. Namun apa yang dimaksud dengan kebaikan, apa yang dimaksud dengan cinta kasih, seperti apa penghargaan bagi sesama makhluk dan bagaimana seharusnya kita memahami kedermawanan akan jauh berbeda antara satu ajaran dengan ajaran lain.

Mari kita ambil contoh cinta kasih.

Seperti sudah disinggung di atas, setiap agama sepakat bahwa cinta kasih itu sangat penting. Namun apa yang dimaksud dengan cinta kasih berbeda-beda antara satu agama dengan lainnya. Ada agama yang mengajarkan kasih nirbatas untuk semua makhluk, ada pula yang pengajaran kasihnya cenderung terbatas hanya untuk  makhluk-makhluk tertentu atau bahkan lebih sempit lagi hanya untuk sesama rekan seagamanya. Bagi agama tertentu upacara kurban adalah praktik yang berpahala, sementara di ajaran lain itu termasuk praktik buruk yang jelas merugikan baik si pelaku apalagi si kurban.

Sejak tentang kebajikan pun berbeda, jangan kata tujuan tertinggi setiap agama, sangat jauh bedanya. Agama-agama tertentu mengajarkan bahwa tujuan akhir praktik mereka adalah kehidupan abadi di surga, sementara agama lain justru menganggap surga hanyalah jenis lain dari kehidupan fana seperti di bumi dan tujuan sejatinya adalah kebebasan mutlak dari semua nafsu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline