"Your degree is just a piece of paper, your education is seen in your behavior."
Sopan santun merupakan unsur penting dalam kehidupan sosial, karena dengan menunjukkan sikap santun, seseorang dapat dihargai dan disenangi keberadaannya sebagai makhluk sosial di mana pun ia memijakkan kaki.
Dalam hal ini, sopan santun dapat memberikan banyak manfaat atau pengaruh yang baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Sopan santun harus diterapkan oleh setiap umat manusia, sesuai dengan tuntutan lingkungan. Contohnya seperti di dalam lingkungan rumah atau keluarga, sekolah dan kampus, kantor, dan di mana saja.
Akan tetapi, norma kesopanan dewasa ini tampaknya telah pudar, terutama di kalangan remaja. Hal ini bisa dibuktikan dari tingkah laku para remaja yang sudah mulai berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tanpa mengindahkan norma-norma yang ada.
Menyoal sopan santun serta etika adalah hal yang sebenarnya sangat lumrah, sedari kecil di sekolah hingga dewasa ini pun kita telah berulang kali mempelajarinya. Namun kali ini, penulis merasa tergugah hatinya membahas sopan santun serta etika berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi penulis.
Berhubung tengah dilanda kebingungan dalam memilih destinasi liburan akhir tahun tanpa keluarga, akhirnya saya dan beberapa teman sebaya yang juga tidak jadi pulang ke kampung halaman memilih Kota Yogyakarta sebagai destinasi liburan akhir tahun.
Saat hendak mempersiapkan diri serta budget, sebenarnya saya tidak begitu bergairah untuk mengunjungi Kota Pelajar ini. Namun ternyata, Yogyakarta mengajarkan saya banyak hal, terutama dari segi kesopanan serta etika yang berlaku.
Saya dan teman-teman menginap di daerah Prambanan, di rumah Bude dari salah satu teman kami. Kata Bude menggunakan aksen Jawa yang artinya, "Yogyakarta juga disebut sebagai City of Tolerant. Kota yang sangat nyaman, kalian akan menemukan hal-hal yang tidak ada di kota lainnya, seperti belajar budaya, belajar batik, serta belajar berbaur dengan keramahan warganya."
Selama 3 hari berada di rumah Bude, kami dijamu dengan sangat baik, mulai dari tempat tinggal, tempat kami beristirahat, makan dan minum, hingga nilai-nilai yang Bude tinggalkan bagi kami sebagai tamu di daerahnya.
Ketika hendak berpamitan pulang, Bude mengajak saya untuk mengobrol dan sedikit mencurahkan isi hatinya mengenai keberadaan kami. Katanya, Bude sangat senang karena rumah serta isinya yang sangat sederhana ini bisa dikunjungi bahkan dinikmati untuk beberapa hari, Bude juga memperlakukan kami seperti anaknya sendiri. Namun sayang, beberapa dari kami lupa untuk meninggalkan kebiasaan buruk di kota besar dan tidak membawanya ke kota ini.
Percakapan singkat nan menohok dengan Bude tentunya membuat saya merasa bersalah, namun hal itulah yang menjadi bahan introspeksi diri lagi untuk saya dan teman-teman lainnya.