Lihat ke Halaman Asli

Christie Stephanie Kalangie

Through write, I speak.

Sayang, Jangan Biarkan Hubungan Kita Seperti Layangan Putus

Diperbarui: 6 November 2019   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source : detik.net (Foto Ilustrasi Layangan Putus)

Kisah mengenai Layangan Putus sontak menjadi buah bibir di kalangan netizen. Kisah tersebut menceritakan tentang seorang istri yang bercerai dengan suaminya, lantaran suaminya berselingkuh. 

Tak berhenti sampai di situ. Setelah bercerai, ia pun harus membesarkan keempat orang anaknya, tanpa dukungan finansial dari sang mantan suami. 

Kisah ini pertama kali diunggah pada akun Facebook milik Mommy ASF. Ia menyebutkan bahwa mantan suaminya adalah orang yang dikenal cukup religius, bahkan memiliki channel YouTube dakwah. Belakangan, sang suami diketahui menikah dengan seorang selebgram yang kini telah hijrah. 

Begitu pilu kisah perjalanan rumah tangganya sehingga ia mengibaratkan dirinya bak layangan putus yang tak tentu arah. 

Tadinya, saya tidak ingin ikut terlibat dalam gaduhnya kisah ini. Tapi lama kelamaan, terusik juga jiwa kepenulisan saya. Sehingga saya tidak akan panjang lebar lagi untuk membagikan beberapa hikmah yang saya dapat dari kisah ini. 

Yang pertama dan yang menjadi penyebab utama dari kasus ini adalah, dibolehkannya poligami. Salah satu wujud sistem sosial patriarki, dimana dominasi laki-laki memegang kendali. Inilah akar permasalahan dari kisah Layangan Putus. Poligami, apakah adil? 

Saya memang belum terikat status pernikahan dengan siapa pun. Tapi yang saya yakini adalah, bahwa pernikahan merupakan hal yang suci sehingga pernikahan bukan hal yang bisa dipermainkan. 

Pernikahan seharusnya menjadikan kedua insan saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, saling mengasihi dan menghargai hingga maut memisahkan. 

Garis bawahi kedua insan, bukan ketiga insan, keempat, kelima dan seterusnya. Artinya, tidak akan ada seorang pun yang dapat memutuskan atau bahkan menggandakan tali pernikahan tersebut, kecuali maut yang memisahkan. 

Yang kedua adalah, pentingnya menjaga kesetiaan dan keharmonisan dalam suatu hubungan. Kesetiaan dapat menentukan apakah suatu hubungan dapat berlangsung lama atau tidak. Baik hubungan bisnis, pekerjaan, rumah tangga, pertemanan dan lain sebagainya. 

Usaha apapun perlu dilakukan untuk menjaga kesetiaan, dan tidak akan terasa berat bagi orang-orang yang memang tulus dan memiliki tekad tinggi dalam menjaga hubungan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline