Lihat ke Halaman Asli

Christie Stephanie Kalangie

Through write, I speak.

Jadi yang Utama tapi Diduakan atau Jadi yang Kedua tapi Diutamakan?

Diperbarui: 4 Oktober 2019   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rasa sayang yang begitu besar terkadang membuat kita lupa bahwa masih banyak orang lain yang mampu membuat hati kita menjadi lebih bahagia. Namun terkadang, menjadi yang kedua tetap dipilih walaupun banyak sekali rasa sakit yang nantinya akan kita rasakan. Hal ini bukan hanya karena rasa suka saja, tapi lebih dari itu. Kadang, kita pun menyadari bahwa rasa sayang ini bertepuk sebelah tangan, tapi tetap saja masih yakin bahwa suatu hari nanti ia akan memilih kita.

Pernahkah kamu menjadi yang kedua?

Kamu yang sedang membaca tulisan ini pasti berpikir, bahwa aku, yang menulis cerita ini sekarang sedang berada di posisi itu.

Ya, kamu benar.

Kesan pertamaku saat pertama kali bertemu dengannya, ia adalah pria yang manis dan terlihat dewasa. Ia juga memperlakukanku dengan sangat baik. Aku menganggapnya seperti sahabat, kakak, juga pasangan hidupku di waktu yang sama. Ia membuatku jatuh hati padanya dengan kenyamanan yang ia berikan. Sungguh, aku merasa begitu disayangi selama berada di dekatnya.

Kami menghabiskan banyak waktu di akhir pekan, mengingat kesibukan masing-masing dengan pekerjaan kantor dan juga tugas kuliahku di hari kerja. Bersamanya selama ini membuatku lupa akan apa artinya lelah dan bersungut itu.

Hingga suatu saat, karena rasa ingin tahu yang bergejolak, aku mencoba mencari tahu mengenai dirinya di masa lalu tanpa membiarkan ia yang menjelaskan padaku terlebih dahulu. Namun ternyata, hal ini menjadi boomerang bagi diriku sendiri. Perasaan menyesal karena hal ini ternyata menyiksa diriku dan perasaan bersyukur karena dibukakan jalan sehingga tidak begitu lama mengetahui kenyataan pahit ini, semuanya bercampur.

Faktanya adalah hubungan ini sebenarnya tidak semanis yang aku rasakan. Ada beberapa hal yang membuatnya harus, terus dan entah sampai kapan akan berkomunikasi dengan wanita masa lalunya layaknya pasangan kekasih.

Setelah perdebatan yang panjang, kami memutuskan untuk terus bersama walaupun aku harus mengorbankan perasaanku untuk waktu yang entah sampai kapan seperti ini. Berlanjutnya hubungan kami bukan karena adanya perjanjian bahwa ia akan mengakhiri hubungannya dengan wanita masa lalunya, bukan. Semuanya murni karena keinginan bersama, lebih tepatnya karena keinginanku yang mau terus mendampinginya.

Aku menyadari sepenuhnya, pasti aku akan merasa cemburu saat mengetahui bahwa ia sedang mengisi waktu bersama wanita masa lalunya. Walaupun begitu, aku akan tetap berusaha atau berpura-pura merasa bahagia.

Aku sadar bahwa aku sedang menyakiti diriku sendiri. Aku sadar bahwa pilihanku untuk tetap terus bersamanya adalah pilihan yang sangat konyol. Aku sadar bahwa hubungan seperti ini tidak akan berjalan dengan mudah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline