Lihat ke Halaman Asli

Chaerul Sabara

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Hati-hati, Gelombang Gangguan Serius yang Bisa Dibuat AI dalam Politik

Diperbarui: 14 Juli 2023   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: geotimes.id

Tahun 2024 sudah di depan mata, tahun yang akan menjadi tahun semarak dan menjanjikan bagi demokrasi di Indonesia, dengan pemilihan umum dan pilpres yang akan dihelat pada Februari serta menyusul pilkada serentak pemilihan gubernur, walikota dan bupati pada akhir November.

Aroma hangat dan sengit kontestasi di 2024 tersebut telah mulai terasa, mulai dari promosi, cawe-cawe hingga kampanye negatif bernuansa hoaks mulai berseliweran terutama di dunia maya. Sebagian besar masyarakat mulai dijejali dengan berbagai informasi untuk mengarahkan mereka nantinya saat pemungutan suara memilih dirinya ataupun calonnya.

Gelombang tayangan "kampanye politik" ini telah memasuki siklus pemilihan umum dengan era baru yakni di era AI generatif yang tersebar luas. Deretan "berita palsu" beberapa tahun terakhir ini dan akan semakin intensif dan dipercepat saat semakin mendekati jadwal pemilihan umum, dengan cara yang sebelum ini mungkin tidak pernah kita bayangkan.

Ada gelombang "gangguan besar" yang mungkin dibawa oleh generasi artificial intelligence atau kecerdasan buatan (AI) ini, yakni merekayasa sebuah kebohongan menjadi sesuatu yang nampak nyata. Ini jika tidak dipahami dan disikapi dengan baik dan tepat, akan sangat berpotensi merusak cara berpikir masyarakat tentang informasi yang mereka dapatkan.

Teknologi AI dan kemudahan akses online menjadi sesuatu yang tak terhindarkan bahwa kita akan melihat, mendengar dan kemudian terpengaruh pada sesuatu yang "palsu". Konten-konten yang ditujukan sebagai kampanye disinformasi, tidak hanya jadi kebohongan yang menipu tetapi bahkan juga sampai menciptakan kekacauan, sehingga orang-orang tidak lagi tahu mana yang harus dipercaya dan mana yang tidak. Ketika begitu banyak dan masifnya informasi hoaks yang tersuguh, pada akhirnya membuat masyarakat  menyerah begitu saja dan menelannya mentah-mentah tanpa mau lagi memilah antara fakta dan fiksi.

Meski ada hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mengetahui kebenaran sebuah konten, seperti misalnya dengan menggunakan aplikasi hoax buster tools dan banyak lagi aplikasi lainnya yang berupaya menetapkan standar agar keaslian dari sebuah informasi dapat diverifikasi.

Disamping itu penggunaan AI generatif oleh kontestan ataupun tim kontestan tentu sangat terbuka, penggunaan AI oleh kandidat yang menghasilkan gambaran telah atau sedang melakukan hal-hal heroik yang sesungguhnya tidak terjadi. Atau bisa juga menyerang dengan konten yang hanya dibuat-buat. Atau seorang kandidat politik akan membawakan pidato yang ditulis dengan Chat GPT (sebuah chatbot AI) yang berisi statistik "halusinasi" misalnya, ini tentu jauh lebih parah dari plagiator.

Kemajuan teknologi memang tidak bisa ditolak dan dinafikkan, ia akan menjadi bagian dari peradaban yang bernilai positif, namun juga bisa menjadi negatif. Namun, setidaknya (harus) ada komitmen serius dari semua stakeholder terutama partai politik pada transparansi bagaimana cara mereka menggunakan AI generatif dalam partisipasi politik. Sebuah contoh kehebohan di AS atas iklan politik Partai Republik yang dihasilkan oleh AI yang mendapat kritik, termasuk dari Pusat Penanggulangan Kebencian Digital.  tentang kurangnya komitmen dari partai politik untuk menangani masalah ini secara langsung.

Lembaga yang memiliki otoritas pemilu harus benar-benar konsen dan serius memberikan perhatian dan proteksi jagad online dari para aktor online yang jahat, yang memanfaatkan kecanggihan AI untuk mempengaruhi penilaian publik dan merekayasa skandal politik tanah air yang di era reformasi ini cenderung menuju ke kebablasan.

Sebelum semuanya menjadi terlambat, pemerintah dituntut untuk segera menemukan solusi yang mumpuni, bahwa pemerintah ini menghadapi resiko yang lebih serius, lebih daripada masyarakat yang tidak dapat mengidentifikasi dengan akurat informasi mana yang benar dan tidak. Pemerintah tentu dituntut untuk memberikan proteksi penuh terkait keandalan dan keakuratan informasi yang beredar terkhusus dalam hal informasi politik di masa-masa jelang pesta demokrasi, di mana saat ini informasi diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi semakin tidak terseleksi dengan benar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline