Lihat ke Halaman Asli

Chaerul Sabara

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Wahai yang Menuntut Masa Jabatan Malulah Sama Jacinda Ardern

Diperbarui: 21 Januari 2023   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dok. Bahrul Ghofar (kompas.com)

Masih belum hilang dari ingatan kita, saat berlangsungnya kegiatan Silahturahmi Nasional Desa di Istora Gelora Bung Karno, 22 Maret 2022, para kepala desa melalui Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi) menyuarakan aspirasi nyeleneh yaitu perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden 3 periode.

Dan kembali sekelompok kepala desa ini melalui Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi), pada Selasa, 17 Januari 2023, membuat gebrakan dengan beramai-ramai ke Jakarta untuk berdemonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta meminta perpanjangan masa jabatan kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun.  

Entah apa yang merasuki para aparatur desa ini, di saat proses politik nasional telah memasuki tahapan pemilu, mereka juga datang memperjuangkan "kepentingan mereka" yang entah dimana urgensinya bagi kepentingan rakyat dan bagi kepentingan politik nasional.

Problematika desa masih begitu banyak yang belum terselesaikan dan menuntut untuk dikerjakan, hingga terlalu naif kiranya ketika aparat desa ini malah ramai-ramai menuntut penambahan masa jabatan dan bukannya bekerja membangun desanya dan mensejahterakan masyarakatnya.

Entah siapa pula yang ingin mengambil keuntungan dengan memobilisasi para kades ini untuk mempertontonkan ambisi keserakahan atas kekuasaan.

Rupanya dana desa 1 milyar per tahun selain memberi dampak positif bagi pemerataan pembangunan hingga ke pelosok daerah juga telah menjadikan sebagian aparat kebablasan pingin nimbrung mengoreksi proses demokrasi yang sayangnya untuk kepentingan parsial mereka semata.

Sungguh miris dan menyesakkan dada, ketika virus ambisi berkuasa itu telah terlihat masif menginfeksi mulai dari pusat, daerah dan kini ke "penguasa" desa. Tak tanggung-tanggung 9 tahun masa jabatan mereka minta.

Jika mau jujur, kita bisa mengatakan bahwa pemilihan kepala desa adalah potret dari politik transaksional yang nyata, apalagi sejak adanya dana desa yang 1 milyar per tahun. Bisa dibayangkan untuk desa dengan jumlah pemilih 1000 orang hanya butuh berapa "Rp" saja yang jika dikalkulasikan bisa tertutupi dari keuntungan mengelola dana desa, jangankan untuk 9 tahun dengan masa jabatan 6 tahun saja sudah untung besar.

Tanpa mengurangi apresiasi terhadap kontribusi para kepala desa dalam membangun desanya, keterlibatan kepala desa dengan menyerempet-nyerempet politik praktis sebaiknya dihindarkan, karena pada akhirnya itu akan berkelindan dengan perilaku koruptif.

Para aparatur desa yang menyuarakan masa jabatan 9 tahun ini, kenapa tidak memetik hikmah dari pesan dan contoh mengagumkan dari seorang Jacinda Ardern, perdana menteri Selandia Baru yang memilih mundur dari jabatannya bukan karena terlibat kasus, atau juga bukan karena tidak mampu akan tetapi karena ia merasa masih banyak orang yang bisa melakukannya dengan lebih baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline